Studi terakhir INFID (2023) mengenai pembiayaan proyek pembangunan menemukan bahwa motivasi pembiayaan pembangunan saat ini mayoritas berbasis komersialisasi. Hal ini mengakibatkan rendahnya akuntabilitas proyek pembangunan, disertai proses proyek pembangunan yang terburu-buru dan dipaksakan karena menjelang tahun 2024 di masa akhir kepemimpinan pemerintah saat ini.
INFID juga mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk meminta maaf kepada publik dan warga Pulau Rempang. Kepolisian telah menggunakan gas air mata di dekat area sekolah yang telah membahayakan anak-anak.
Iwan menilai penggunaan gas air mata juga dapat mengganggu dan menceraiberaikan proses belajar-mengajar yang menjadi hak anak dan juga kewajiban negara untuk meningkatkan kapasitas warga negara.
Lebih lanjut, INFID mendesak Polri untuk melakukan investigasi menyeluruh yang transparan dan akuntabel soal penggunaan kekerasan dan gas air mata di wilayah yang terdapat lembaga pendidikan. Ia menekankan penggunaan gas air mata ini jelas melanggar aturan.
Iwan menggarisbawahi bahwa polisi dilarang untuk melakukan kekerasan saat bertugas, kecuali untuk mencegah kejahatan. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 huruf c Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Aturan soal ini juga tertuang dalam Peraturan Kapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian yang meletakkan penggunaan gas air mata pada tahapan ke-5 (Pasal 5 ayat 1e) dan yang pada pasal 5 ayat 2 menegaskan bahwa tahapan penggunaan kekuatan harus sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka.
"Kasus Pulau Rempang ini jangan sampai menjadi contoh nyata bahwa negara lebih mementingkan investasi tanpa memanusiakan warganya sendiri," ucap Iwan.
Pilihan Editor: ASDP Layani 23,1 Juta Penumpang dan 4,38 Juta Kendaraan di Semester I