TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut konflik di Pulau Rempang bisa memberi citra buruk Indonesia di mata investor. Sebab, investor menganggap stabilitas keamanan berisiko.
"Kemudian menjadi preseden bahwa proses investasi tidak memiliki standar sosial dan lingkungan yang memadai," ujar Bhima kepada Tempo, Jumat, 15 September 2023.
Menurut Bhima, mestinya proyek sebesar Rempang Eco City sudah melalui uji kelayakan yang komprehensif. "Bukan hanya soal IRR (internal rate of return), tapi juga ongkos sosial lingkungan," ucapnya.
Rempang Eco City merupakan proyek pengembangan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi. Proyek tersebut termasuk proyek strategis nasional (PSN) dan telah ditetapkan pada akhir Agustus 2023. Ketentuannya tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Namun rencana proyek yang bakal digarap PT Mega tak berjalan mulus. Kericuhan terjadi seiring penolakan warga yang terancam digusur dari kawasan tersebut.
Usai bentrok masyarakat adat dengan aparat terjadi pada Kamis malam, 7 September 2023, konflik berlanjut pada Senin, 11 September 2023. Seribuan masyarakat adat Melayu Kepulauan Riau melakukan unjuk rasa di depan kantor Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau BP Batam, Kota Batam, pada Senin, 11 September 2023. Kericuhan kembali terjadi dalam aksi tersebut.
Kendati demikian, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia tidak khawatir situasi itu menjadi citra buruk investasi. "Saya pikir, nggak, lah. Nanti kita lihat. Itu biasa, dinamika," ujarnya ketika ditemui usai rapat dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 13 September 2023.
Pilihan editor: 10 Proyek Pemerintah yang Ditolak Masyarakat, Ada Rempang hingga IKN