"Ini menunjukkan kecenderungan pembangunan IKN untuk kendaraan pribadi," kata Elisa.
Dengan jarak antar bangunan yang besar, tuturnya, perjalanan dari satu fasilitas ke fasilitas lain akan semakin jauh. Tata ruang yang tidak compact dan padat akan menciptakan jalanan yang jarak tempuhnya lebih panjang.
Sementara jika mau memakai transportasi umum, ia berujar mileage-nya akan panjang dengan waktu tempuh yang lebih lama. 10 menit di IKN bisa saja mencapai 5-6 KM. Dengan demikian, desain jalan, ruang, dan bangunannya berkebalikan dengan basis transportasi massal.
Ia pun meyakini pemerintah akan kembali dengan rancangan yang sama seperti Jakarta. Contohnya bisa dilihat pada pembangunan Kebayoran Baru. Karena jalan terlalu lebar maka kembali lagi ke kendaraan pribadi. "Apalagi pemerintah ada iming-iming electric vehicle (EV) dan ASN disuruh menggunakan itu. Kita tahu sendiri kan asal energi dari EV itu," ucap Elisa.
Elisa menegaskan industri kendaraan listrik bukanlah solusi hijau. Sebab, pengembangan industri ini dilakukan melalui pembongkaran cadangan nikel dari wilayah Pulau Sulawesi, Maluku Utara, dan pulau-pulau kecil di ujung kepala Papua. Alih-alih menjadi solusi, ia menilai kendaraan listrik telah menciptakan kerusakan baru di wilayah Timur Indonesia.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan editor: Profil Anthony Salim, Konglomerat RI yang Akan Bangun Hotel di IKN