Ia mengatakan hal tersebut digadang sebagai upaya pemerintah untuk memenuhi target net zero emission 2045 dan mengentaskan masalah krisis air dan pangan melalui desain kota yang berkelanjutan. IKN digadang akan menggunakan konsep green city yang tak lagi pakai batu bara sebagai sumber energinya.
Padahal, menurut dia, langkah tersebut dapat menghancurkan kawasan lain. "Sayangnya proyek ini mencaplok ruang hidup masyarakat lain yang saat ini juga sedang tak baik-baik saja," tuturnya.
Anggi Putra Prayoga dari Forest Watch Indonesia pun mempertanyakan klaim pemerintah bahwa IKN dibangun dengan konsep smart dan forest city. Pasalnya, ia menilai pembangunan IKN justru melakukan deforestasi besar-besaran.
Forest Watch mencatat dalam periode 2022 sampai Juni 2023 ada deforestasi seluas 1.920,13 hektar. Terjadi juga pembukaan lahan juga seluas 16,9 ribu hektar untuk wilayah IKN. Anggi menilai pembangunan IKN merusak habitat, ekosistem, dan daerah jelajah satwa yang ikut terpotong akibat pembangunan jalan tol di IKN.
"Ini belum menghitung wilayah di luar Kalimantan Timur, seperti Sulawesi karena untuk pembangunan ibu kota baru ini terjadi eksploitasi di mana-mana," kata Anggi.
Dari segi desain tata ruang, Elisa Sutanudjaja dari Rujak Center for Urban Studies menuturkan IKN tidak bisa dikategorikan sebagai kota hutan dengan moda transportasi umum terintegrasi dan bebas emisi. Musababnya, desain tata ruang berorientasi pada istana negara baru yang mewah, hunian bertingkat untuk ASN, dan jalanan yang diperkirakan dua kali lebih luas dari jalan di Jakarta.
Industri kendaraan listrik bukanlah solusi hijau