TEMPO.CO, Batam - Pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City berujung konflik. Masyarakat adat di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, meminta proses pembangunan PSN itu dihentikan.
Akibat aksi tersebut, masyarakat adat bentrok dengan aparat keamanan gabungan pada Kamis kemarin, 7 September 2023, sekitar pukul 10.00 WIB. Sebenarnya apa itu Rempang Eco-City?
Profil Rempang Eco-City
Dilansir dari Tempo, Badan Pengusahaan (BP) Batam sebelumnya memastikan pengembangan pembangunan Pulau Rempang, Kota Batam atau yang disebut Rempang Eco-City masuk dalam daftar PSN tahun 2023.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, mengatakan, masuknya pembangunan Rempang sebagai PSN 2023 tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
"Aturan ini disahkan Menko Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023 lalu di Jakarta," kata Tuty pada Jumat, 1 September 2023.
Ariastuty menerangkan bahwa pemerintah pusat melalui kerja sama antara BP Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) bakal menyiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi. Proyek itu diharapkan bisa mendorong peningkatan daya saing Indonesia dari Singapura dan Malaysia.
"Kami berharap pembangunan Pulau Rempang memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau, khususnya Kota Batam," katanya.
Dengan nilai investasi yang ditaksir mencapai Rp 381 triliun hingga tahun 2080, lanjut Ariastuty, pengembangan Pulau Rempang diharapkan dapat memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (spillover effect) bagi Kota Batam serta kabupaten atau kota lain di Provinsi Kepri.
"Pengembangan Rempang juga akan membuka ratusan ribu lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat Kepri, khususnya para pemuda di Kota Batam," tambahnya.
Pemerintah Republik Indonesia menargetkan, pengembangan Kawasan Rempang Eco-City dapat menyerap lebih kurang 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080 mendatang.
"Tidak hanya itu saja, para pemuda tersebut juga dibekali dengan pendidikan dan pelatihan khusus agar lebih siap menghadapi persaingan industri ke depannya," katanya.
Masyarakat adat tak mau direlokasi
Proses pembangunan Pulau Rempang tidak serta merta berjalan mulus. Ribuan warga Rempang yang berasal dari 16 kampung tua yang terdapat di Rempang menolak direlokasi akibat pembangunan tersebut.
Warga tidak menolak pembangunan, tetapi dengan tegas menolak kampung direlokasi. Apalagi kampung mereka memiliki nilai sejarah tradisional, budaya jauh sebelum Indonesia mereka.
Selanjutnya: Kondisi saat ini warga terus…