Sedangkan dari sisi eksternal, sejumlah indikator seperti transaksi berjalan menunjukkan perbaikan dibandingkan sebelum pandemi, meski akan kembali ke level normal dalam beberapa tahun ke depan, dengan asumsi penurunan harga komoditas akan berlanjut.
Fitch memprediksi transaksi berjalan akan defisit 0,3 persen sampai 1,5 persen dari PDB pada 2023-2025. Hal ini terjadi seiring penurunan harga komoditas.
Sementara itu, penanaman modal asing (PMA) diperkirakan meningkat didukung kelanjutan aktivitas hilirisasi yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah terhadap ekspor komoditas dan mendorong peningkatan ekspor manufaktur.
Terkait perkembangan harga, penerapan kebijakan moneter ketat dan sinergi dengan pemerintah melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) diprediksi menurunkan inflasi sehingga mencapai kisaran sasaran 2-4 persen pada akhir tahun 2023 dan ke sasaran baru yakni 1,5-3,5 persen pada 2024.
Lebih jauh, Fitch memperkirakan penerapan kebijakan fiskal yang berhati-hati dapat menjaga defisit fiskal di bawah 3 persen untuk beberapa tahun ke depan. Dampak positif penerimaan pada 2023 diperkirakan belum mampu menahan dampak negatif dari penurunan harga komoditas.
Dalam jangka menengah Fitch memperkirakan utang Pemerintah juga akan menurun dari level 38,9 persen dari PDB pada tahun 2023 menjadi 38 persen pada 2025.
Menanggapi lebih lanjut atas kajian Fitch tersebut, Perry menyatakan Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Perry.
ANTARA
Pilihan Editor: Gubernur BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun Ini Tembus 5,5 Persen