TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan kurs rupiah akan bergerak fluktuatif pada hari ini, Rabu, 30 Agustus 2023. "Tetapi ditutup menguat di rentang Rp 15.230 - Rp 15.300," katanya dalam keterangan tertulis.
Nilai tukar rupiah kemarin ditutup menguat 32 poin di level Rp 15.259 per dolar AS. Penguatan rupiah ini, menurut Ibrahim, di antaranya karena terimbas melemahnya dolar AS terhadap mata uang lainnya hari ini.
Adapun data kepercayaan konsumen AS telah dirilis dan revisi produk domestik bruto kuartal kedua akan diumumkan pada hari ini, Rabu, 30 Agustus 2023.
Data yang juga ditunggu pasar adalah pembacaan pengeluaran konsumsi pribadi atau ukuran inflasi pilihan The Federal Reserve yang akan dirilis pada hari Kamis, 31 Agustus 2023. Selain itu, data nonfarm payrolls bulan Agustus akan ditutup pada minggu ini.
Menurut Ibrahim, tanda-tanda ketahanan perekonomian AS akan memberikan dorongan lebih besar bagi The Fed untuk terus menaikkan suku bunga, khususnya terkait inflasi dan lapangan kerja.
“Meski begitu, dolar tetap berada di atas 2 persen pada bulan ini dan mulai mencatatkan kenaikan selama enam minggu berturut-turut karena ketahanan data ekonomi AS mendukung ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama,” ucap Ibrahim.
Pertemuan The Fed selanjutnya akan dilaksanakan pada bulan September. Meski tidak ada ekspektasi bank sentral AS akan menaikkan suku bunga pada saat itu, menurut Ibrahim, ada ekspektasi suku bunga dinaikkan semakin meningkat pada bulan selanjutnya, yakni November.
Tak sampai di situ, Ibrahim mengatakan, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde pada hari Jumat menyerukan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan utama bank sentral, yaitu membawa inflasi kembali ke target 2 persen.
“Rilis inflasi zona euro pada bulan Agustus akan dirilis pada akhir minggu ini, dan angka tahunan diperkirakan akan menunjukkan penurunan kecil menjadi 5,1 persen dari 5,3 persen pada bulan Juli, masih jauh di atas target bank sentral sebesar 2 persen,” ujarnya.
Dari sisi internal, Ibrahim menilai Indonesia tidak boleh terburu-buru bergabung dengan BRICS atau grup yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Ia menjelaskan, hal itu dikarenakan BRICS masih belum jelas memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia.
“Dari 5 negara yang tergabung di dalam BRICS, hanya India dan Cina yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat selama 2010-2022. Adapun Rusia, Brasil dan Afrika Selatan selama ini tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,” kata Ibrahim.
Bila dibandingkan dengan ekonomi di Tanah Air, kinerja Indonesia jauh di atas ketiga negara tersebut. “Sedangkan dari sisi perdagangan BRICS belum begitu baik, karena hanya menyumbang 11,4 persen dari perdagangan kolektif global anggotanya di era pra-pandemi, dan jumlah itu meningkat sedikit menjadi 11,9 persen pada periode pasca-pandemi,” tuturnya.
IRMA AULIA IRAWAN
Pilihan Editor: Transaksi Mata Uang Lokal Dinilai Cara Paling Logis Melindungi Rupiah, Karena Ini