Kebijakan yang mengada-ada
Sementara itu, Ekonom dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan aturan ini dipaksakan dan mengada-ngada.
"Kami dengan jelas melihat bahwa kebijakan subsidi motor listrik ini adalah kebijakan yang dipaksakan, mengada-ngada," kata Yusuf saat dihubungi Tempo, Ahad, 23 Agustus 2023.
Keliru sejak awal
Yusuf menilai program tersebut sejak awal sudah salah keliru. Menurutnya, program ini awalnya dibuat khusus bagi UMKM hanya agar terlihat sebagai kebijakan pro terhadap masyarakat miskin. Kemudian wajah asli kebijakan ini terlihat ketika desain awal gagal, yaitu sekedar mendorong penjualan motor listrik.
"Terlihat seperti berpihak kepada ekonomi rakyat, namun substansi sebenarnya adalah memberi keuntungan kepada produsen motor listrik," ucapnya.
Karena itu, ia menilai memberi dukungan kepada UMKM dalam bentuk motor pun tidak relevan karena sebagian besar UMKM sudah memiliki motor. Dengan menggunakan garis kemiskinan internasional, dia menjelaskan pada Maret 2022 terdapat 48,4 juta penduduk miskin dan 68,6 juta penduduk rentan miskin.
Pelaku usaha mikro yang sebagian besar berasal dari kelompok penduduk miskin tersebut tidak terlalu membutuhkan bantuan motor. Sebab, sebesar 75,6 persen dari penduduk miskin ini sudah memiliki motor.
Demikian pula pelaku usaha kecil yang sebagian besar berasal dari kelompok penduduk rentan miskin. Menurutnya, kelompok ini tidak terlalu membutuhkan bantuan motor karena 84,9 persen penduduk rentan miskin telah memiliki motor.
Bagi pelaku usaha mikro dan usaha kecil, menurutnya, motor telah menjadi alat produksi yang penting. Kepemilikan sepeda motor telah menjadi keharusan bagi usaha mikro dan usaha kecil untuk menjalankan usaha mereka. Karena hampir semua usaha mikro dan usaha kecil telah memiliki motor, maka ia menilai program subsidi motor listrik bagi UMKM pun menjadi tidak relevan.