"Itu WA pribadi dengan Martoni dan bukan dengan masyarakat. Bisa di-cross check. Tidak ada bahasa lain. Biasalah bahasa kampung. Tidak ada hajar rumah atau mobil. Mungkin ditanggapi lain oleh masyarakat. Sama juga dengan bahasa tebang Bupati. Mereka tidak tahu tebang seperti apa atau di lahan apa. Kita terima saja karena itu tidak ada yang salah," ujar dia.
Ansori menyebutkan jika secara kelembagaan pihaknya telah memberi ruang kepada masyarakat dan memfasilitasi semua aspirasi yang disampaikan. Gejolak yang timbul, kata dia, disebabkan adanya ketidaksabaran ditengah masyarakat.
"Sebenarnya ini butuh kesabaran. Proses berjalan dan sudah kita fasilitasi semua oleh DPRD dan Pemda Belitung. Tapikan tidak segampang itu bisa langsung besok selesai. Kita ini pemerintahan. Tidak semudah yang mereka harapkan. Kita terbuka. Tapi kalau bakar membakar siapa yang suruh. Itu spontanitas. Izin demo juga tidak ada," ujar dia.
Sementara Bupati Belitung Sahani Saleh belum merespons upaya konfirmasi Tempo terkait tudingan soal memprovokasi masyarakat tersebut. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp dan sambungan telepon belum mendapat respon dari Sahani Saleh.
Dugaan memprovokasi warga yang dilakukan Sahani Saleh terjadi demonstrasi di Kantor Bupati pada 10 Juli 2023. Saat berlangsung aksi demo, Sahani Saleh mengajak masyarakat membawa chainsaw dan memotong pohon sawit perusahaan 20 persen plasma tidak dipenuhi.
Pilihan Editor: Hadapi El Nino, Gabungan Pengusaha Sawit Melakukan Modifikasi Cuaca di Kalimantan Tengah