Sukanto Tanoto. Facebook.com
2. Sukanto Tanoto
Melansir dari situs resmi Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto merupakan pendiri sekaligus chairman Royal Golden Eagle (RGE). RGE adalah kelompok perusahaan global bergerak di bidang manufaktur berbasis sumber daya. Kantor perusahaannya berpusat di Singapura, Hong Kong, Jakarta, Beijing, dan Nanjing.
Sukanto Tanoto alias Tan Kang Hoo lahir di Belawan, Medan, Sumatera Utara pada 25 Desember 1949. Berdasarkan data Forbes, Tanoto termasuk salah satu orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan mencapai US$ 2,7 miliar atau setara dengan Rp 41 triliun. Sebelum menjadi konglomerat, perjalanan bisnis Tanoto tak mudah. Dia harus berusaha keras menjalani bisnis setelah putus sekolah sejak usia 17 tahun.
Sukanto memulai bisnisnya sejak setengah abad lebih dengan menjadi pemasok suku cadang dan usaha di bidang jasa konstruksi untuk industri perminyakan. Tanoto mengembangkan bisnisnya ke bidang kayu lapis dengan mendirikan Royal Golden Eagle atau RGE pada 1967. Sukses dengan itu, Tanoto kembali memperluas kerajaan bisnisnya.
Selain RGE, usaha Tanoto antara lain, industri pulp dan kertas melalui APRIL dan Asia Symbol, minyak kelapa sawit melalui Asian Agri dan Apical, serat Viscose melalui Sateri dan Asia Pacific Rayon, selulosa khusus melalui Bracell, serta pengembang sumber daya energi melalui Pacific Oil & Gas.
Pada 2001, Mabes Polri menggunakan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan untuk membuka kembali kasus dugaan korupsi praktik wesel ekspor berjangka dengan tersangka Sukanto Tanoto.
“Tak ada SPDP ulang, tidak ada double double. Karena dulu belum SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan),” kata Direktur III Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri Brigadir Jenderal Indarto saat itu. Menurut dia, begitu SPDP terbit pasti ada yang menjadi tersangka. Berdasarkan ketentuan dulu, orang yang menjadi tersangka bisa segera dicegah ke luar negeri. "Namun dalam (aturan) penyidikan yang baru, perlu dibuktikan dulu (dugaan pidanannya),” ujar Indarto. Penyidik Polri masih membuktikan unsur tindak pidana yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 3,7 triliun ini.
Pada 2012, KPK mengaku melakukan supervisi dan pengawasan terhadap pengusutan kasus pajak Asian Agri, baik di Kejaksaan maupun proses hukum di Mahkamah Agung. Lembaga antikorupsi ini bakal ikut mengusut kasus tersebut bila penanganannya mandek.
"Kami akan cek kemungkinan ada yang tidak ditangani. Lalu akan ditanyakan, apakah mandek atau bagaimana? Kalau mandek dan tidak bisa dikerjakan, kita akan ambil alih," kata Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK, Jumat, 28 Desember 2012.
Kasus penggelapan pajak ini terbongkar berkat laporan Financial Controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto. Dia sendiri dihukum 11 tahun penjara karena bersalah dalam kasus pencucian uang dan pemalsuan surat Asian Agri.
Pada edisi Majalah Tempo 6 Februari 2021 berjudul Mainan Baru Tanoto—menyoal dugaan penggunaan perusahaan cangkang yang terafilisasi dengan Royal Golden Eagle (RGE) Group oleh Sukanto Tanoto membeli gedung Ludwigstrasse 21 di Muenchen, Jerman seharga Rp 6 triliun. Pembelian pada 2019 ini tidak tercatat di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Sukanto Tanoto membeli gedung itu selang beberapa bulan persetujuan kesepakatan Uni Eropa mengurangi secara bertahap penggunaan minyak sawit dalam skema biodiesel di Eropa pada 2030. Kebijakan ini dipicu makin parahnya deforestasi akibat ekspansi perkebunan sawit. Kaitannya dengan kebijakan ini, RGE melalui anak usahanya Apical, akan melakukan ekspansi ke bisnis biodiesel besar-besaran di Eropa.
Tempo mengulas kasus pajak Sukanto Tanoto di mana 12 anggota staff dan direksi Asian Agri ditengarai berkomplot mengotak-atik laporan pajak perusahaan. Modus yang dilakukan berupa pembuatan transaksi fiiktif, transfer pricing dan transaksi lindung nilai (hedge). Pada 18 Desember 2012 majelis hakim yang dipimpin Djoko Sarwoko memvonis Manajer Pajak Asian Agri Group Suwir Laut 2 tahun penjara dan masa percobaan 3 tahun serta membayar denda Rp 2,5 triliun.
Jikalahari atau Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau menilai ‘mainan baru’ Sukanto Tanoto di Jerman adalah wujud hukum tumpul ke atas dan negara tidak adil. “Taipan Sukanto Tanoto terang benderang melakukan korupsi kehutanan, pencucian uang, membakar hutan dan lahan, merampas hutan tanah masyarakat adat serta merusak keanekaragaman hayati, tapi Presiden dan penegak hukum terang benderang juga membiarkan taipan Sukanto Tanoto melenggang merugikan perekonomian negara dan ekologis,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari, dikutip dari laman jikalahari.or.id, 10 Februari 2021.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | SDA I TIM TEMPO.CO
Pilihan Editor: Ini Komentar Aguan Usai Diundang Jokowi ke Istana