TEMPO.CO, Jakarta - Jika Anda ingin melakukan investasi yang halal dan sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, Anda bisa memilih investasi syariah.
Hal yang membedakan antara investasi konvensional dengan investasi syariah adalah adanya akad dan bagi hasil yang sudah disepakati bersama.
Saat ini, sudah banyak lembaga keuangan yang menawarkan investasi syariah, mulai dari deposito, reksadana, saham, hingga emas. Berikut ini ulasan lengkapnya yang dirangkum dari berbagai sumber.
Pengertian Investasi Syariah dan Dasar Hukum
Investasi syariah adalah jenis investasi yang pengelolaan dananya dialokasikan dalam instrumen keuangan yang sesuai dengan hukum Islam.
Menurut Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003, prinsip-prinsip investasi syariah yaitu larangan terhadap hal-hal yang mengandung riba, gharar, dan maisir.
Fatwa ini dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada Oktober 2003. Hal tersebut telah memberikan panduan resmi mengenai praktik investasi yang halal dan sesuai dengan ajaran Islam.
Dasar hukum investasi syariah juga tercantum dalam Al-Qur'an dalam surah Al Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
Dalam investasi syariah, menghindari riba berarti investor berusaha untuk memastikan bahwa investasinya tidak melibatkan pembayaran atau penerimaan bunga yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Prinsip-Prinsip Investasi Syariah
Setelah memahami dasar hukum investasi syariah, akan lebih meyakinkan jika kita juga memahami prinsip umum dari investasi syariah. Berikut ini tiga prinsip utama dari investasi syariah:
1. Tanpa Kelebihan (Riba)
Dengan kata sederhana, riba berarti mendapatkan tambahan dari utang atau transaksi jual beli dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan agama.
Riba dilarang karena bisa menyebabkan kerugian besar. Oleh karena itu, prinsip pertama dalam investasi syariah adalah menjauhi segala bentuk riba.
2. Tanpa Perjudian (Maisir)
Prinsip investasi syariah menolak adanya maisir, yang merupakan istilah untuk menggambarkan aktivitas perjudian atau bertaruh dalam konteks ekonomi. Maisir dilarang dalam Islam karena melanggar prinsip keadilan dan tanggung jawab.
Perjudian cenderung bergantung pada keberuntungan, tanpa adanya dasar yang kuat dalam upaya dan tanggung jawab.
Investasi syariah membantu mengarahkan investasi ke arah yang lebih bertanggung jawab dan berdasarkan pada aspek-aspek yang dapat dikontrol, bukan sekadar keberuntungan semata.
3. Tanpa Ketidakpastian (Gharar)
Prinsip investasi terakhir adalah menghindari ketidakpastian atau gharar. Jika dalam sebuah transaksi terdapat ketidakpastian mengenai jenis, bentuk, atau nilai barang yang diperdagangkan, maka itu bisa membawa kerugian pada pihak yang terlibat.
Dengan demikian, investasi syariah menekankan bahwa transaksi harus terhindar dari unsur ketidakpastian atau gharar.
Jenis-Jenis Investasi Syariah
Dalam investasi syariah, terdapat berbagai jenis instrumen yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Beberapa di antaranya meliputi:
1. Saham Syariah
Saham-saham syariah mewakili kepemilikan dalam perusahaan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan ini tidak terlibat dalam industri yang diharamkan oleh Islam.
Jenis investasi ini disebut saham karena mewakili kepemilikan, namun dengan mematuhi prinsip syariah yang berlaku di pasar modal. Melalui investasi dalam saham syariah, investor memiliki peluang untuk meraih keuntungan sambil tetap mematuhi prinsip-prinsip Islam.
Umumnya, perusahaan yang menerbitkan saham syariah tidak terlibat dalam kegiatan usaha yang melibatkan aktivitas yang dianggap judi, perdagangan yang haram, layanan keuangan yang mengandung unsur riba, dan transaksi jual-beli yang membawa risiko yang tidak pasti.
2. Deposito Syariah
Deposito syariah adalah bentuk investasi yang mirip dengan deposito konvensional, namun didasarkan pada prinsip-prinsip syariah.
Dalam jenis investasi ini, para investor menempatkan dana mereka pada bank syariah. Dana tersebut kemudian diinvestasikan oleh bank dalam proyek-proyek yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Keuntungan yang dihasilkan dari investasi ini akan dibagi antara investor dan bank, sesuai dengan perjanjian sebelumnya.
Deposito syariah memiliki peran sebagai tempat aman untuk menyimpan dana para nasabah, dengan keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan antara bank dan nasabah.
Dalam hal tersebut, digunakan prinsip akad mudharabah yang di mana terdapat kerja sama antara nasabah dan pengelola modal, dengan keuntungan yang dibagi sesuai dengan kesepakatan awal.
3. Reksadana Syariah
Reksadana syariah merupakan wadah investasi yang mengumpulkan dana dari berbagai investor untuk diarahkan ke berbagai instrumen keuangan yang mematuhi prinsip-prinsip syariah.
Ketika berinvestasi dalam reksa dana, kita sebenarnya mempercayakan para profesional manajemen investasi untuk mengelola dana yang kita setorkan. Dana tersebut kemudian ditempatkan pada berbagai jenis aset yang dikelola oleh para ahli dalam bidangnya.
Namun, reksadana syariah memiliki perbedaan penting dengan reksadana konvensional. Ini terutama berkaitan dengan jenis aset yang diinvestasikan dalam portofolio reksa dana tersebut.
Reksadana syariah secara khusus menghindari instrumen-instrumen yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
Dengan demikian, investasi dalam reksadana syariah tidak akan dialokasikan pada saham-saham yang terkait dengan aktivitas jual-beli rokok, minuman keras, dan sejenisnya, yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.
4. Sukuk
Sukuk sering disebut sebagai obligasi, tetapi ada perbedaan penting antara keduanya dalam prinsip dan pengertiannya.
Sukuk merupakan surat berharga atau sertifikat yang menandakan kepemilikan atas suatu aset. Ini semua berdasarkan pada prinsip syariah. Di sisi lain, obligasi sebenarnya surat pengakuan utang.
Perbedaan utama antara keduanya meliputi dasar kepemilikan, penggunaan dana, imbal hasil, dan kebutuhan akan underlying asset. Sukuk didasarkan pada konsep kepemilikan bersama atas aset, manfaat, jasa, proyek, atau investasi tertentu,
Sementara obligasi melibatkan relasi utang piutang antara penerbit dan investor. Dana yang diperoleh dari sukuk hanya dapat digunakan untuk usaha yang sesuai dengan prinsip syariah, sedangkan obligasi tidak memiliki batasan terhadap jenis usaha yang didanai.
Imbal hasil sukuk sendiri dapat berupa bagi hasil, fee atau ujrah, atau margin, sementara obligasi memberikan imbal hasil dalam bentuk bunga. Dengan memahami perbedaan esensial ini, kita dapat membuat keputusan yang lebih cerdas dan tepat saat memilih jenis investasi syariah.
KAYLA NAJMI IHSANI (SEO MAGANG)