TEMPO.CO, Jakarta - Sekjen Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Rizal Affandi Lukman menyebut UU Anti Deforestasi Uni Eropa menjadi tantangan bagi Indonesia dan Malaysia. Sebab, dua negara ini merupakan penghasil sawit terbesar di dunia.
"Indonesia dan Malaysia punya peran produksi 82 persen dari palm oil dunia. Itu menjadi sangat penting untuk melihat aturan baru yang akan diterapkan di Uni Eropa," kata Rizal dalam acara International Youth Day di M Bloc Space Jakarta pada Sabtu, 12 Agustus 2023.
Rizal mengatakan UU Anti Deforestasi bakal berdampak pada ketelusuran dari sawit yang dihasilkan. Misalnya, soal pemenuhan persyaratan bahwa sawit tersebut ditanam di lahan yang sah. "Kemudian diyakinkan bahwa bukan dihasilkan dari penggundulan hutan."
UU Anti Deforestasi Uni Eropa merupakan UU yang mengatur agar barang yang diekspor maupun diimpor Uni Eropa bebas dari deforestasi atau penggundulan hutan. Beleid itu sudah diterbitkan dan berlaku efektif mulai Januari 2025.
Kendati demikian, Rizal berharap UU Anti Deforestasi tidak dibesar-besarkan. Dia tidak ingin hal tersebut berdampak pada petani swadaya. "Jangan dibesar-besarkan, sehingga menyebabkan harga TBS (tandan buah segar) sawit petani swadaya anjlok," ucapnya.
Toh, kata dia, masih ada waktu sekitar 16 bulan untuk mempersiapkan diri. Dalam mengawal implementasi UU Anti Deforestasi, Rizal juga mengatakan sudah dilakukan pertemuan Joint Task Force Bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa.
UU Anti Deforestasi Uni Eropa memang menuai pro kontra. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahkan tegas menolak regulasi tersebut. Zulhas, sapaannya, menilai regulasi itu dapat menghambat perdagangan karena selama ini Indonesia mengekspor berbagai komoditas ke Uni Eropa. Mulai dari sawit, kopi, kayu, karet, hingga ternak sapi.
"Ekspor Indonesia ke Eropa tahun 2022 nilainya hampir US$ 7 juta. Ini meliputi hampir 8 juta petani kecil," tutur Zulhas di Kantor Kementerian Perdagangan pada Senin, 1 Agustus 2023.
Pengkampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia, Uli Arta Siagian, pun menilai sikap pemerintah menolak UU Anti Deforestasi Uni Eropa tidak tepat. "Sikap itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak mau membenahi tata kelola (industri) kelapa sawit di Indonesia," kata Uli ketika dihubungi Tempo pada Minggu, 6 Agustus 2023.
Menurut Uli, mengikuti UU Anti Deforestasi tidak serta-merta menunjukkan bahwa Indonesia tunduk pada Eropa. Sebab, UU Deforestasi justru bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki tata kelola perkebunan sawit. Setidaknya, agar deforestasi dan praktik pelanggaran HAM, seperti perampasan tanah dan kriminalisasi masyarakat, di rantai pasok di industri sawit Indonesia tidak terjadi lagi.
Uli mengatakan, banyak perkebunan sawit dihasilkan dari pembukaan lahan. Temuan 3,3 juta hektar sawit ilegal di kawasan hutan yang diungkap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu, menurut dia, menjadi salah satu contohnya. "Itu menunjukkan bahwa monitoring dan penegakan hukum di sektor sawit dan kehutanan Indonesia masih lemah. Praktik bisnis kita bermasalah dan harus diperbaiki," ucap Uli.
Pilihan Editor: Penerimaan CPNS 2023 Resmi Dibuka September, Ini Syarat dan Jadwal Lengkapnya