TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat penerimaan pajak Indonesia tetap tumbuh positif single digit, yakni sebesar Rp 1.109,10 triliun. Hal tersebut menunjukkan pencapaian pajak sebesar 64,56 persen dari target APBN 2023.
Sri menyebutkan, Pajak Penghasilan (PPh) non Migas mencapai sebesar Rp 636,56 triliun. Hal tersebut tercatat mencapai 72,86 persen dari target yang mengalami 6,98 persen kenaikan.
Selanjutnya, ia menyebutkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 417,64 triliun atau 56,21 persen dari target tahun ini, yang masih mengalami pertumbuhan 10,6 persen.
Ia kemudian melanjutkan dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak Lainnya sebesar Rp 9,6 triliun, “Ini kenaikan cukup tinggi 44,7 persen dari tahun lalu tapi PBB ini kontribusinya sangat kecil atau relatif kecil dibandingkan total penerimaan pajak,” kata Sri dalam konferensi pers pada Jumat, 11 Agustus 2023.
Berikutnya, ia menilai PPh Migas mengalami penurunan seiring dengan harga komoditas migas. Menurut catatan Kemenkeu, PPh Migas yang terkumpul sebesar Rp 45,31 triliun atau turun 7,99 persen dari tahun lalu. Meskipun kalau dari sisi total telah mencapai 73,7 persen dari target tahun ini, ia menyebutkan PPh Migas mengalami kontraksi sebagai akibat dampak moderasi harga minyak bumi.
Pertumbuhan tahun ini dari penerimaan pajak mencapai 7,8 persen hingga Juli 2023. “Ini pertumbuhannya relatif rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh tinggi penerimaan pajak kita, yaitu di 58,8 persen,” ujar Sri Mulyani.
Sebagai tambahan, Sri Mulyani menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tersebut. Pertama, harga komoditas yang mengalami normalisasi. Kedua, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, sehingga berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan berbagai aktivitas dalam negeri lainnya.
“Memang pertumbuhan penerimaan pajak diperkirakan tidak setinggi tahun lalu, namun masih tumbuh positif, ini hal yang cukup baik,” tutur dia.
Menurutnya, Kemenkeu tetap perlu memperhatikan hal tersebut. Sri Mulyani mengatakan demikian karena ketika dilihat month-to-month atau pertumbuhan bulan, penerimaan pajak Indonesia di bulan Juni dan Juli mengalami pertumbuhan bulanan yang negatif. “Ini adalah koreksi untuk menuju normalisasi,” lanjutnya.
IRMA AULIA IRAWAN
Pilihan Editor: Jawab Bantahan Jokowi, Faisal Basri Beberkan Berbagai Keuntungan Cina dari Hilirisasi Nikel RI