Selain dari melalui dana hibah atau pendanaan publik, transisi energi di Indonesia sebenarnya bisa dibantu oleh pendanaan komersial. Hanya saja, menurut Novia, iklim investasi di Indonesia belum cukup kondusif. Padahal, untuk menarik investor, perlu iklim investasi sektor energi yang mendukung, khususnya pada ketenagalistrikan.
"Selama ini yang banyak dikeluhkan para investor adalah tarif atau harga energi terbarukan yang tidak kompetitif bagi perkembangan industri EBT, serta persyaratan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) yang dianggap terlalu memberatkan bagi pelaku industri," ujar Novia dalam paparannya.
Di samping itu, Novia melanjutkan, bank-bank internasional sering melihat Indonesia sebagai negara yang memiliki risiko tertentu untuk berinvestasi. Walhasil, mereka sering memerlukan penjaminan pemerintah sebelum menanamkan modal. Sementara itu, Menteri Keuangan telah menyatakan bahwa pemerintah tidak ingin membebani APBN terlalu besar dari kemitraan JETP.
"Akibatnya, meski JETP mampu memobolisasikan pendanaan baru, belum tentu akan disetujui jika pendanaan tersebut dalam bentuk pinjaman yang memerlukan jaminan pemerintah," ujar Novia.
Pilihan Editor: Kementerian ESDM Bakal Implementasikan Bioetanol E5, Dimulai di Surabaya dan Jakarta