TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) tak mempermasalahkan UU Anti Deforestasi (EUDR) yang diterbitkan Uni Eropa. Beleid tersebut mengatur agar barang yang diekspor ataupun diimpor Uni Eropa bisa bebas dari deforestasi atau penggundulan hutan.
AEKI: Uni Eropa lebih butuh kita
Ketua Departemen Spesialisasi dan Industri BPP AEKI, Moelyono Soesilo, mengatakan saat ini rata-rata kopi Indonesia sudah tidak lagi di tanam di kawasan hutan. "Saat ini sudah tidak ada pembukaan lahan baru untuk (perkebunan) kopi," kata Moelyono ketika ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Akan tetapi jika kopi Indonesia tidak bisa masuk pasar Uni Eropa, AEKI bakal mencari pasar lain. Lagipula, kata Moleyono, serapan kopi untuk pasar domestik juga masih tinggi dan terus meningkat.
"Mereka (Uni Eropa) lebih butuh kita. Mereka kan tidak produksi kopi," kata Moelyono.
Moelyono mengatakan, selama ini Indonesia mengekspor kopi ke Eropa setidaknya 85 ribu ton dengan nilai ekspor sekitar US$ 1 miliar. Angka tersebut mencakup sekitar 25 persen dari total ekspor kopi Indonesia.
Jika negara tersebut tidak bisa lagi meloloskan kopi Indonesia karena perkara deforestasi, Moelyono menyebut pihaknya bakal mengalihkannya ke Eropa Timur dan negara-negara Timur Tengah. Termasuk negara-negara di kawasan ASEAN, seperti Malaysia dan Filipina.
Moelyono mengatakan pasar dari negara-negara tersebut masih sangat potensial. Bahkan dia optimistis berdagang ke Timur Tengah bisa menutup kerugian seandainya ekspor kopi ke Uni Eropa terhambat.
Di sisi lain AEKI bakal beradaptasi untuk menyesuaikan kebijakan Uni Eropa. Saat ini eksportir kopi masih nunggu teknis pelaksanaannya.
"Eropa masih menjadi tujuan ekspor kopi kita. Yang ditunggu adalah bagaimana implementasinya (UU Anti Deforestasi). Apa yang harus dilakukan eksportir," ucap Moelyono.