TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati menanggapi soal penyusunan aturan perlindungan tenaga kerja luar hubungan kerja pada layanan angkutan berbasis aplikasi. Dia menilai regulasi yang tengah digodok Kementerian Ketenagakerjaan itu justru eksploitatif dan mengaburkan hubungan kerja antara aplikator dengan pengemudi ojol dan kurir.
"Karena dalam peraturan tersebut masih menerapkan imbal hasil yang selama ini sarat akan potongan aplikator yang sangat besar melebihi ketentuan," ujar Lily dalam keterangannya kepada Tempo, Senin, 31 Juli 2023.
Selain itu, Lily mengungkapkan potongan tersebut dilakukan sepihak dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kepentingan aplikator. Seharusnya, menurut SPAI, peraturan tersebut menetapkan pengemudi dan kurir sebagai penerima upah minimum selayaknya pekerja pada umumnya.
SPAI juga menolak ketentuan jam kerja selama 12 jam. Pasalnya, aturan itu memberatkan pengemudi dan kurir serta bertentangan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan. Karena itu, SPAI menyarankan ketentuan delapan jam kerja dan tambahan jam lembur maksimal tiga jam dengan persetujuan pengemudi.
Ia berujar ketentuan delapan jam kerja ini berlaku untuk lima hari kerja dalam seminggu. Lily pun menggarisbawahi pemerintah perlu menjamin para sopir ojol dan kurir mendapatkan upah kerja lembur.
Lebih lanjut, SPAI menekankan perlunya aturan ihwal hak pengemudi dan kurir perempuan dalam mendapatkan cuti haid, cuti melahirkan, dan cuti keguguran. Serta kesempatan untuk menyusui anaknya. Aplikator juga dinilai wajib membayar upah secara penuh dalam setiap cuti tersebut.
SPAI juga menolak jaminan sosial dengan status bukan penerima upah. Sebaliknya, menurut Lily, pengemudi dan kurir berhak atas jaminan sosial selayaknya pekerja penerima upah dengan ketentuan iuran dibayarkan oleh perusahaan atau aplikator.
Adapun jaminan sosial yang diminta SPAI mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kehilangan pekerjaan. SPAI juga menuntut hak membentuk serikat pekerja bagi pengemudi ojol dan kurir.
"Agar pengemudi ojol tidak semena-mena diberikan sanksi suspend atau putus mitra sepihak dari aplikator," kata Lily. Selain itu, ia menegaskan pengemudi berhak melakukan perundingan bersama atas regulasi yang sedang disusun. Sebab, SPAI menilai selama ini ketentuan yang ada kerap merugikan pihak sopir ojol dan kurir lantaran ditetapkan sepihak oleh aplikator.
Ia kembali mendorong agar pemerintah menetapkan hubungan kerja antara aplikator dengan pengemudi dan kurir, bukan lagi hubungan kemitraan. Sehingga pengemudi ojol dan kurir mendapatkan hak-haknya secara penuh sebagai pekerja sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Respons SPAI Soal Motor Listrik dan Pendapatan Driver Ojol, Bos Pertamina Pantau Penyaluran LPG