Menurut Dadan, keadaan ini menyebabkan rendahnya perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap tindakan mafia tanah, terutama masyarakat yang sebenarnya memiliki hak atas tanah tetapi tidak memiliki dokumen yang mengakui kepemilikan mereka.
Sebagai tanggapan atas masalah ini, Ombudsman telah menetapkan batas waktu bagi pemerintah selama 30 hari, dimulai dari tanggal 27 Juli 2023, agar dapat mengembangkan rencana yang lebih komprehensif. Ombudsman menekankan pentingnya pemerintah untuk setidaknya merancang langkah-langkah perbaikan dalam regulasi pertanahan di wilayah yang disebut sebagai IKN.
2. Perluasan Lingkup Pengaturan
Sementara SE dari Kementerian ATR/BPN dinilai telah memperluas lingkup pengaturan. SE tersebut tidak hanya mengatur pengendalian peralihan hak atas tanah, tetapi juga mengenai pembatasan layanan penerbitan surat keterangan mengenai penguasaan dan pemilikan tanah di kecamatan dan desa setempat. Serta penghentian pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di kantor pertanahan setempat.
Alhasil, tak hanya pengendalian peralihan hak atas tanah, tetapi terjadi pembatasan layanan penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanpa di kecamatan dan desa setempat. Serta penghentian pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di kantor pertanahan setempat.
3. SE Bertentangan Dengan Perpres
Seperti yang telah dijelaskan, SE dari Kementerian ATR/BPN tidak hanya mengatur pengendalian peralihan hak atas tanah, tapi juga mencakup pembatasan layanan penerbitan surat keterangan mengenai penguasaan dan pemilikan tanah di kecamatan dan desa setempat. Selain itu, SE juga menghentikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di kantor pertanahan setempat.
Penerapan SE bernomor 3/SE-400. HR.02/II/2022 tersebut juga dianggap tidak selaras dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 tahun 2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan di IKN. Dalam beleid ini, peraturan yang ada berfokus pada pengendalian peralihan hak atas tanah.
Status Tanah Tumpang Tindih