Tempo.co, Jakarta – Wakil Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, menanggapi keputusan pemerintah Indonesia membuka kembali ekspor pasir laut yang disebut sejumlah kalangan akan menguntungkan Singapura. Menurut Lawrence, ekspor pasir laut dari Indonesia ke Singapura tidak tergantung negaranya, melainkan negara eksportir.
“Hal itu tidak tergantung pada kami, melainkan negara tersebut. Jadi, itu adalah hak Indonesia untuk memutuskan,” kata Lawrence dalam pertemuan dengan jurnalis Indonesia di kantornya pada Jumat, 7 Juli 2023.
Lawrence menjelaskan impor pasir dilakukan secara komersial dan setiap importir harus mematuhi hukum dan peraturan negara asal. “Dari sudut pandang kami, selama seseorang memiliki kepentingan komersial, murni komersial, tidak dilakukan di tingkat pemerintah, maka kami akan memastikan bahwa importir tersebut mematuhi hukum dan peraturan,” katanya. “Itulah posisi kami yang konsisten sejak lama.”
Menteri Muda Pendidikan dan Luar Negeri Singapura, Maliki Osman, juga turut merespons isu ini. Maliki mengatakan, impor pasir laut dijalankan oleh sektor swasta. Pemerintah Singapura, kata dia, tidak memiliki andil dalam operasi sektor swasta tersebut, namun tetap memastikan bahwa perusahaan yang beroperasi tidak melanggar hukum. “Kami tidak akan membenarkan perusahaan swasta yang beroperasi dengan melanggar, atau bahkan tidak mematuhi hukum di negara tempat mereka beroperasi, atau hukum internasional dalam hal ini,” katanya. “Itulah prinsip utama yang menjadi landasan kami beroperasi.”
Pada 15 Mei 2023 lalu, Presiden Joko Widodo meneken aturan ekspor pasir laut. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut itu mencabut larangan ekspor pasir laut yang telah berjalan selama 20 tahun. Sebelumnya, pemerintah melarang jual beli pasir laut melalui penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut pada 2002.
Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menilai Singapura adalah negara yang paling diuntungkan dari kebijakan ekspor pasir laut Indonesia. Dia menuding reklamasi Singapura sangat membutuhkan banyak pasir laut dari Indonesia karena beberapa negara telah menyetop ekspornya. "Kebutuhan total pasir laut untuk kebutuhan reklamasi Singapura hingga tahun 2030 adalah sekitar 4 miliar kubik," ujar Yusri pada Selasa, 6 Juni 2023.
Sejumlah pegiat lingkungan mengecam keputusan pemerintah. Juru kampanye Greenpeace Indonesia, Afdillah, mengatakan pembukaan ekspor pasir laut akan membawa imbas negatif terhadap lingkungan pesisir. “Dibukanya tambang pasir laut akan mengancam dan memperparah keberlanjutan ekosistem laut,” katanya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebutkan penambangan pasir laut menyebabkan kerusakan permanen bagi lingkungan. Adapun ekonom dan pakar kebijakan publik sekaligus CEO Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, menilai pembukaan kembali ekspor pasir laut akan memperluas batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara lain dan memperkecil ZEE Indonesia. “Kebijakan itu hanya untuk kepentingan negara asing dan menguntungkan eksportir,” kata Achmad.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim ekspor pasir laut tidak merusak lingkungan. Dia menuturkan aktivitas ekspor pasir laut akan dipantau melalui teknologi jarak jauh. “Kami pastikan tidak (merusak lingkungan) pekerjaannya,” kata Luhut. “Pasir laut itu kita pendalaman alur (pelayaran). Karena kalau tidak, alur akan makin dangkal. Jadi, untuk kesehatan laut juga.”
Pilihan Editor: Sembilan Perjalanan Kereta Api Terdampak Kecelakaan KA Brantas-Truk Tronton di Semarang