Hal ini berkebalikan dengan kondisi pada tahun 2020 silam saat Dana Jaminan Sosial (DJS) masih mengalami defisit Rp 5,69 triliun.Berikutnya, pada tahun 2021, DJS mulai surplus Rp 38,76 triliun dan tahun surplus melonjak pada 2022 menjadi Rp 56,51 triliun.
Ghufron menilai hal tersebut tidak lepas dari konsep BPJS Kesehatan yaitu gotong royong atau iuran dari masyarakat. Pada tahun 2022, BPJS Kesehatan mendapatkan iuran total Rp 144,04 triliun dari peserta penerima bantuan iuran (PBI), baik dari APBD maupun APBN, serta nonPBI.
Adapun peserta nonPBI menyumbangkan dana terbesar untuk BPJS Kesehatan pada tahun 2022 yakni Rp 80,3 triliun. Dengan skema seperti itu, para peserta saling menopang untuk membiayai pengobatan mereka.
Kondisi ini juga didukung oleh banyaknya regulasi termasuk Undang-undang sehingga kebijakan berjalan lebih efektif dan transparan. "Jadi, tidak bisa diganti ke mekanisme lain, misalnya dengan berbasis pajak. Karena itu artinya akan ada perubahan besar," tutur Ghufron.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien.Dengan peningkatan kualitas layanan, masyarakat miskin peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah tidak khawatir lagi untuk berobat ketika sakit.
"Ini testimoni dari peserta penerima bantuan iuran (PBI). Mereka puas dengan pelayanan BPJS Kesehatan di RS," kata Muttaqien.
Walau demikian, BPJS Kesehatan berupaya untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan mereka supaya semakin memenuhi tiga aspek yaitu cepat, mudah dan setara. Peserta JKN diharapkan semakin mudah mengakses fasilitas kesehatan, cepat mendapatkan pelayanan dan tanggapan serta menerima perlakuan yang setara.
RIRI RAHAYU | ANTARA
Pilihan Editor: Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik per 1 Juli 2025, DJSN Ungkap Potensi Defisit Rp 11 triliun