Senada dengan Darto, Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo menilai BPDPKS dikuasai kepentingan satu kelompok. Pasalnya, ia melihat mayoritas yang mendapatkan manfaat dari dana lembaga tersebut adalah perusahaan besar.
"Ini yang sebenarnya ingin kami restruksi agar ada keseimbangan antara kepentingan petani dan kepentingan buruh sawit, yang sering dilupakan," tuturnya.
Terlebih, aliran insentif dari BPDPKS, menurutnya lebih banyak mengalir untuk program biofuel dan biodiesel. Karena itu, ia berharap pemerintah dapat melakukan keseimbangan agar dana BPDPKS juga dirasakan manfaatnya oleh petani dan buruh.
Untuk mencapai keseimbangan tersebut, ia menyarankan agar Dewan Pengawas BPDPKS tak hanya terdiri dari birokrat kementerian dan pengusaha, tetapi juga representasi dari petani dan buruh sawit. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat BPDPKS dapat lebih berimbang.
Melansir dari Koran Tempo, tercatat dana insentif sawit dari BPDPKS terbesar mengalir ke perusahaan Wilmar Group milik Martua Sitorus. Di posisi pertama PT Wilmar Bionergi Indonesia menjual CPO untuk biodiesel dengan volume 1,5 juta liter dan menerima insentif pada 2021 hingga Rp 8,44 triliun. Kemudian, PT Wilmar Nabati Indonesia dengan volume biodiesel 1,4 juta liter mendapatkan insentif sebesar Rp 7,09 triliun.
Lalu PT Sari Dumai Sejati yang menjual CPO untuk biodiesel sebanyak 510,3 juta liter mendapatkan insentif sebesar Rp 2,72 triliun. Kemudian PT Sinar Mas Agro Resources and Technology mendapatkan insentif sebesar Rp 2,24 triliun dengan volume biodiesel sebesar 422,4 juta liter.
Kemudian PT Musim mas menerima insentif Rp 5,05 triliun dengan volume penjualan CPO untuk biodiesel 977,5 juta liter. Selanjutnya PT LDC Indonesia dengan volume biodiesel sebesar 456,2 juta liter, menerima insentif sebesar Rp 2,38 triliun. Lalu PT Pelita Agung Agroindustri menerima insentif Rp 2,18 triliun dengan volume biodiesel 422 juta liter.
Selanjutnya PT Multi Nabati Sulawesi dengan volume biodiesel sebanyak 402 juta liter dan insentif yang diterima mencapai Rp 2,13 triliun. PT Permata Hijau Palm Oleo juga mendapatkan insentif tinggi Rp 2,08 triliun dengan volume biodiesel sebesar 409 juta liter.
Sedangkan PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan insentif Rp 2,01 triliun dengan volume penjualan ke biodeisel sebesar 391 juta liter. Lalu PT Tunas Baru Lampung mendapat insentif sebesar Rp 1,89 triliun dengan volume biodiesel 356,5 juta liter. PT Sinarmasa Bio Energy mendapatkan insentif sebesar Rp 1,88 triliun dengan volume biodiesel 369,7 juta liter.
Pilihan editor: Menteri Syahrul Yasin Limpo Dorong Sumatera Selatan Menjadi Percontohan Pengembangan Sawit Nasiona