"Jangan berharap data dari pusat. Yang paham dengan kondisi daerah adalah daerah itu sendiri. Pertanyaannya apakah daerah punya basis data yang kuat? Bisa saja dirjen membuat norma tertentu. Tetapi implementasinya akan kembali juga ke daerah untuk disesuaikan melalui perda. Jadi tidak bisa jika tidak punya data yang bagus," ujar dia.
Rakornas Bapemperda, kata Akmal, bisa menjadi momentum penyelarasan antara regulasi di tingkat pusat dan di daerah. Dia mengaku senang ketika presiden mengakui Indonesia mengalami obesitas regulasi.
"Bayangkan saja ada 34 kementerian yang masing-masing punya undang-undang, peraturan pemerintah. dan peraturan menteri yang pastinya harus ditindaklanjuti oleh perda dan perkada di tingkat daerah. Belum lagi, ada 76 lembaga non-kementerian. Jika masing-masing bikin tiga saja undang-undang dan lima peraturan pemerintah, siapa yang pusing? Pasti Bapemperda. Itulah makanya penting melakukan konsolidasi bersama," ujar dia.
Penjabat Gubernur Bangka Belitung Suganda Pandapotan Pasaribu mengatakan rakornas Bapemperda membahas beberapa isu strategis yang menyangkut persoalan di daerah.
"Kita bahas soal rencana revisi Perpres Nomor 87 Tahun 2014 terkait perubahan formasi penyusunan Raperda dan perkada, tindak lanjut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Cipta Kerja, percepatan pembentukan produk hukum daerah terkait pajak daerah dan retribusi daerah serta RTRW," ujar dia.
Suganda berharap dengan diangkatnya isu tersebut akan menjadi momentum bagi penguatan peran Bapemperda DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi yang diemban sesuai dengan amanah UUD 45 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Sekaligus juga menyelaraskan visi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyederhanakan tahapan penyusunan regulasi yang diharapkan akan memberikan dampak positif bagi upaya kita bersama dalam mewujudkan gagasan utama dan konsep otonomi daerah," ujar dia.
Pilihan Editor: Cara Daftar Naik LRT Jabodebek saat Soft Launching pada 12 Juli 2023