TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA Fajry Akbar merespons adanya satuan tugas (task force) untuk mengawasi wajib pajak grup dan high wealth individual (HWI) alias crazy rich di Indonesia. Satgas tersebut dibentuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan.
“Adanya Satgas HWI memang diperlukan,” ujar Fajry saat dihubungi pada Senin, 3 Juli 2023.
Tujuannya, kata dia, agar kantor pusat dapat mengawasinya dengan mudah. Dengan diberikan kepada satuan tugas tertentu, maka kantor pusat Ditjen Pajak hanya mengawasi satuan tersebut. “Tentu, dengan pengawasan pusat yang lebih baik kita harapkan risiko adanya penyalahgunaan kewenangan berkurang,” ucap Fajry.
Dia menjelaskan sebenarnya, mengenai HWI, dari sisi kebijakan sudah dilakukan reformasi. Dua di antaranya melalui pajak atas natura dan asistensi penagihan pajak global. Bahkan, sebelumnya pemerintah juga sudah melalukan pertukaran data antar negara melalui Automatic exchange of Information (AEOI).
Dari sisi pengawasan, Fajri berujar, jika melihat tren penerimaan pajak, pertumbuhannya terus mengalami penurunan. Penerimaan pajak memang tumbuh masih tinggi, 17 persen Year on Year (YoY), tapi terus turun, bahkan Mei 2022 ke Mei 2023 naik hanya 2,9 persen.
“Untuk itu extra effort perlu digalakan, salah satunya adalah melalui peningkatan pengawasan. Untuk itu, saya apresiasi adanya satgas HWI,” tutur dia.
Sementara, jika melihat struktur penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi, memang sangat bergantung pada penerimaan pajak orang kaya. Fajry juga memberikan gambaran soal penerimaan PPh yang bergantung pada wajib pajak orang kaya.
Untuk wajib berpendapatan lebih dari Rp 500 juta ke atas, jumlahnya (berdasarkan laporan SPT) hanya 1,59 persen. Namun kontribusinya ke penerimaan mencapai 64,65 persen. Jadi, dengan mengawasi HWI yang jumlahnya sedikit, tapi bisa menjaga penerimaan PPh orang pribadi yang signifikan.
“Untuk itu, adanya satgas ini sudah tepat,” kata Fajry.
Selain itu, menurut dia, orang-orang kaya juga merupakan profesional yang dapat mengelola kewajiban pajaknya serta punya akses kepemilikan aset di luar negeri. Sehingga risiko adanya tax planning maupun pengaburan kepemilikan aset (untuk menghindari pajak) lebih tinggi.
Fajry menyitir data AEOI tahun 2018, di mana ada Rp 670 triliun aset keuangan di luar negeri yang belum dilaporkan. Itu baru aset keuangan, belum yang non-keuangan seperti properti, barang seni bernilai tinggi, ataupun perhiasan mewah.
“Sebagian sudah masuk ke program program pengungkapan sukarela (PPS), namun sebagian lagi belum. Ini menunjukkan risiko kepatuhan wajib pajak WHI,” ujar Fajry.
Sebelumnya adanya satgas wajib pajak yang mengawasi grup dan high wealth individual (HWI) alias crazy rich di Indonesia diungkap oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo. “Kami membentuk task force untuk pengawasan wajib pajak grup dan HWI yang biasanya merupakan bagian dari grup,” ujar dia dalam tayangan konferensi pers APBN Kita Edisi Juni 2023 di akun YouTube Kemenkeu RI, dikutip Senin, 3 Juli 2023.
Suryo menjelaskan pembentukan satgas tersebut merupakan bagian dari program kerja komite kepatuhan yang dimulai tahun ini. Ke depan, Ditjen Pajak juga akan menggunakan komite kepatuhan sebagai alat untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan penegakan hukum. “Sekaligus juga melakukan pelayanan dan penyuluhan kepada masyarakat wajib pajak,” kata Suryo.
Pilihan Editor: Daftar Bisnis Sheikh Jassim, Crazy Rich Qatar yang Beli Manchester United Rp 112 T