TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengkritisi persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang dibebankan kepada produsen kendaraan listrik sebagai syarat mendapat insentif. Menurutnya, TKDN 40 persen terlalu rendah.
"Minimal ya 85 persen," kata Fahmy kepada Tempo, Jumat, 30 Juni 2023.
Selain TKDN yang tinggi, produksi juga harus dilakukan di Indonesia. Kemudian yang tidak kalah penting, kata Fahmy, harus ada kesepakatan transfer teknologi dan transfer pengetahuan kepada sumber daya manusia Indonesia.
Fahmy mengatakan persyaratan tersebut perlu didorong sebagai jalan untuk membangun ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri. Harapannya agar setidaknya dalam 5 tahun mendatang Indonesia bisa memproduksi kendaraan listrik sendiri.
"Itu harus jadi target. Kalau tidak, kita selamanya hanya menjadi pasar di kendaraan listrik," ujar Fahmy.
Karena itu, Fahmy menyayangkan kebijakan pemerintah soal insentif yang diteken buru-buru. Sehingga, kebijakan itu belum cukup matang. Pada pelaksanaannya pun, serapan insentif masih sangat rendah.
Fahmy menilai pemerintah blunder dalam menetapkan kebijakan insentif kendaraan listrik. Kesalahan terbesarnya, kata dia, adalah memberikan insentif sebelum ekosistem electric vehicle (EV) mapan. Dia berujar, pemerintah terlalu buru-buru meneken kebijakan.
"Kalau ekosistem sudah terbentuk, sudah ada infrastruktur, jaringan distribusi dan jaringan servis, masyarakat tanpa dipaksa juga akan pindah ke kendaraan listrik," ujar Fahmy.
Fahmy pun tidak sepakat dengan rencana Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mempersulit pembelian kendaraan berbasis BBM demi mengakselerasi penggunaan kendaraan listrik. Menurutnya, kebijakan itu bisa membuat pemerintah blunder dua kali.
Dalam pasar bebas, lanjut Fahmy, pembatasan pembelian kendaraan konvensional tidak bisa dilakukan melalui kebijakan. Apalagi jika terjadi sebaliknya, pembelian kendaraan listrik dipermudah. Alih-alih berhasil, justru akan timbul masalah baru.
"Ini akan merusak pasar dan pasti akan ada perlawanan dari manufaktur-manufaktur Jepang yang hasilkan mobil konvensional," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Luhut mengatakan pembatasan pembelian kendaraan berbasis BBM dapat mendorong pembelian mobil listrik ke depannya. Bukan cuma kendaraannya, tapi mencakup seluruh ekosistem pendukung.
"Kami mau 10 persen nanti populasi dari EV ini sudah terjadi di 2030," kata Luhut dalam Peluncuran Battery Assets Management Services Indonesia Battery Corporation (IBC), di Kemenko Marves, Jakarta, Senin 12 Juni 2023.
Di sisi lain, Luhut mengakui produksi mobil listrik tak bisa cepat. Menurut data yang didapatnya dari Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo atau karib disapa Darmo, Menko Luhut menyebut produksi salah satu merek mobil listrik bisa mencapai 1 tahun dari pembelian hingga unitnya didatangkan.
"Tapi pak Darmo bilang sama saya, 'sekarang kita masih kewalahan'. Karena seperti (Hyundai) Ioniq5 ya, itu masih antrenya setahun. Jadi itu waktu ke Cina sudah kita dorong, saya (minta) supaya produksinya lebih banyak lagi," kata dia.
RIRI RAHAYU | ERWAN HARTAWAN
Pilihan Editor: Pesawat Asing Berseliweran Layani Domestik, Susi Pudjiastuti: Maskapai Lokal Sangat Dirugikan hingga ..