TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, mengatakan trade barrier masih menjadi tantangan program hilirisasi pemerintah. Trade barrier merupakan hambatan yang membatasi arus perdagangan antarnegara.
Indonesia sudah mengalami tantangan tersebut ketika digugat di World Trade Organization (WTO) ihwal kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Tahun lalu, putusan akhir panel WTO di Despute Settlement Bodu (DSB) menyatakan bahwa kebijakan larangan ekspor dan pemurnian mineral nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO.
"Ini kemungkinan bisa kita hadapi dalam kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit," kata Irwandy dalam diskusi “Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah” yang digelar virtual pada Senin, 12 Juni 2023.
Irwandy optimistis kebijakan yang baru berlaku mulai 10 Juni 2023 ini akan terus berjalan. "Saya pikir, pemerintah melalui presiden atau menteri, sudah menyiapkan langkah-langkahnya," kata dia.
Toh, kata Irwandy, pemerintah sudah melayangkan gugatan atas putusan WTO tersebut. Artinya, hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah berusaha keras memperjuangkan hilirisasi di dalam negeri. "Meski kita kalah, kita sudah ajukan banding," tuturnya.
Adapun peraturan perundang-undangan soal larangan ekspor bijih nikel yang dinilai melanggar ketentuan WTO, yakni UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2019 perubahan kedua atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Selanjutnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Terakhir, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam hasil putusan final di WTO, disebutkan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994. Panel juga menolak pembelaan yang diajukan Pemerintah Indonesia terkait keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan good mining practice (aspek lingkungan) sebagai dasar pembelaan.
Akan tetapi, Indonesia akhirnya resmi mengajukan banding atas kasus sengketa dengan Uni Eropa itu ke WTO pada Senin, 12 Desember 2022.
Di tengah pengajuan banding, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, memastikan hilirisasi nikel tetap berjalan. Menurutnya, hilirisasi penting untuk dilakukan untuk menciptakan nilai tambah dalam negeri. Selain itu, bisa menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja.
“Kita akan tetap jalan sebagai negara berdaulat,” ucap Agus Gumiwang dalam acara Outlook Ekonomi Indonesia 2023 di Hotel Ritz Carlton Jakarta, Rabu, 21 Desember 2022.
Pilihan Editor: Polemik Ekspor Pasir Laut, Begini Awal Mulanya hingga Tudingan Ada Pihak yang Diuntungkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini