TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah melarang ekspor bauksit per 10 Juni 2023. Namun, 8 dari 12 smelter masih dalam pembangunan sehingga menimbulkan pertanyaan kemungkinan relaksasi peraturan tersebut. Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi buka suara atas hal ini.
"Tidak perlu ada relaksasi," kata Fahmy melalui sambungan telepon, Ahad, 11 Juni 2023.
Fahmy menuturkan, pelaksanaan aturan larangan ekspor bauksit bisa belajar dari bijih nikel yang telah lebih dulu dilarang pemerintah. Fahmy mengakui bahwa awalnya belum banyak smelter nikel yang memadai sehingga sempat menurunkan ekspor nikel. Namun, dia meyakini investor-investor akan berinvestasi ke pembangunan smelter yang dibutuhkan, termasuk ke smelter bauksit.
"Jadi, meskipun saat ini smelter bauksit juga belum memadai, tapi saya punya keyakinan pasti akan berdatangan investor yang membawa (investasi ke) smelter tadi, karena pasarnya cukup besar," beber Fahmy.
Fahmy menilai, investasi pada smelter bauksit, sama seperti nikel, juga profitable. Bahkan, menurut dia laba atas investasi (ROI) bisa kembali tidak sampai 2 tahun. Selain itu, kata dia, pasarnya juga jelas ada.
"Nah, adanya larangan tadi itu memaksa bagi penambang bauksit juga untuk mengusahakan smelter tadi," ujar Fahmy.
Lebih jauh, Fahmy menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus konsisten atas kebijakannya. Sehingga apa yang diterapkan di nikel juga harus diterapkan di bauksit.
"Selain menaikkan nilai tambah dari produk-produk tambang dan mineral, itu kan juga membangun ekosistem industri dari hulu sampai hilir. Nah, kalau kemudian relaksasi-relaksasi terus, tujuan ini nggak akan tercapai," tutur dia.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengakui, dari rencana 12 smelter, 4 sudah beroperasi dan 8 smelter dalam tahap pembangunan. Kemajuan pembangunan itu juga tidak sesuai dengan yang telah dilaporkan.
"Tujuh lokasi smelter masih berupa tanah lapang walaupun dalam laporan hasil verifikasi ditunjukkan kemajuan pembangunan 32-66 persen," kata Arifin dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat, dikutip dari Koran Tempo, Sabtu, 3 Juni 2023.
Arifin mengatakan, saat ini ada 4 smelter yang sudah beroperasi, meski belum secara penuh karena kekurangan suplai bahan baku. "Ini bisa dipakai untuk memaksimalkan menyerap barang yang sudah dilarang diekspor," lanjutnya.
Dengan optimalisasi 4 smelter itu, Arifin mengklaim adanya potensi nilai tambah bijih bauksit sebanyak US$ 1,9 miliar dan menyerap 8.646 tenaga kerja. Dengan begitu, pemerintah masih mendapatkan manfaat bersih US$ 1,5 miliar dan lapangan pekerjaan bagi 7.627 orang.
AMELIA RAHIMA SARI | CAESAR AKBAR
Pilihan Editor: Jokowi Ajak Warga Singapura Tinggal di IKN, Pengamat: Realisasi Modal Investor Belum Pasti
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini