TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia berencana melakukan ekspor listrik ke Singapura. Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Singapura pada Jumat, 17 Maret 2023. Lantas sebenarnya, apa itu ekspor listrik tersebut?
Ekspor Listrik
Dilansir dari publikasi indonesia.go.id, nota kesepahaman yang disetujui Singapura-Indonesia mencakup investasi pengembangan industri serta peningkatan kapabilitas manufaktur energi baru dan terbarukan (EBT) dari hulu ke hilir. Termasuk pula, perdagangan listrik lintas batas antarnegara disebut sebagai ekspor-impor listrik.
MoU ekspor listrik dari Indonesia ke Singapura dibuat ketika di sela-sela agenda tahunan Leaders Retreat di Singapura. Ketertarikan Singapura terhadap ekspor EBT menjadi pendorong Indonesia untuk mempercepat industri panel surya nasional.
“Pengembangan industri panel surya harus diselenggarakan di dalam negeri. Kita harus melaksanakannya secara end-to-end. Kita tidak mau ekspor listrik saja, tapi kita sudah harus memproduksi panel surya, baterai, dan komponen lainnya. Dengan adanya kerja sama, diharapkan Indonesia mampu menghasilkan panel dan baterai di dalam negeri,” jelas Menteri Luhut B. Pandjaitan.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2021 menyebutkan bahwa potensi energi matahari di Indonesia mencapai 207,8 giga watt (GW). Pemerintah terus mendorong pembangunan pabrik panel surya. Sementara itu, hasil produksi EBT di Tanah Air hanya 12.535 MW pada 2022. Artinya, pemanfaatannya masih di bawah 1 persen atau tepatnya 0,12 persen.
Indonesia bukan negara pertama yang melakukan ekspor listrik. Berdasarkan rilis worldstopexports.com, pemasok listrik terbesar di dunia adalah Jerman dengan nilai US$ 8,1 miliar atau setara Rp 120 triliun (kurs Rp 14.832) pada 2021. Kemudian, diikuti oleh Prancis, Swiss, Spanyol, Belgia, Republik Ceko, Kanada, Swedia, Norwegia, dan Austria.
Ekspor Listrik Indonesia ke Singapura
Bersamaan dengan MoU Singapura-Indonesia, Utomo SolaRUV melalui PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia ikut meneken lembar persetujuan. Perusahaan tersebut berperan sebagai rantai pemasok panel surya atau Solar PV (Photovoltaik) serta sistem penyimpanan energi baterai (SPEB).
Selain itu, hadir pula pengembang yang tergabung dalam konsorsium Indonesia Solar Panel Industry & Renewable Alliance (Inspira), yaitu Presiden Direktur (Presdir) PT Adaro Power Dharma Djojonegoro, Presdir Medco Power Eka Satria, dan tidak ketinggalan Direktur Utama (Dirut) Energi Baru TBS Dimas Adi Wibowo.
Sebelumnya, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan isu keberlanjutan di Jakarta pada Kamis, 16 Maret 2023. Beberapa topik yang dibahas mengarah pada potensi di sektor ekonomi hijau.
“Akan mendukung pengelolaan komersial di bawah pengembangan kemampuan EBT pada transmisi dan infrastruktur, serta perdagangan listrik antarnegara,” kata Lee Hsien.
Sikap Mendua Luhut di Ekspor Listrik ke Singapura
Uniknya, bak berbanding terbalik dengan pernyataan sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi sinis permintaan listrik Singapura dari energi bersih di Indonesia. Ia memberi komentar pedas terhadap keinginan negara tersebut yang berharap bisa memanfaatkan listrik tetapi enggan membangun industri energi bersih di Indonesia.
“Ini kan brengsek, dipikir kita bodoh, tender perusahaan kita,” tegas Luhut saat menghadiri acara Hilirisasi dan Transisi Energi Menuju Indonesia Emas di The Westin Jakarta, pada Selasa, 9 Mei lalu.
Menurutnya, ekspor listrik boleh saja dilakukan dengan syarat energi yang dihasilkan harus berasal dari industri dalam negeri. “Singapura minta, agar kita ekspor listrik. Saya bilang enggak mau. Mau (boleh) kalau (dari) proyek kita,” katanya.
Namun, tiba-tiba sikap Luhut kembali berubah. Pada Senin, 5 Juni lalu, Luhut mengatakan bahwa dia berharap Indonesia bisa segera ekspor listrik ke Singapura. “Mereka berharap sekali bisa kerja sama dengan Indonesia untuk supply listrik. Harapannya kita bisa mulai ekspor, karena saat ini, 95-96 persen masih menggunakan fosil,” ujar Luhut dalam keterangan tertulis.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Profil PT INKA, Perusahaan BUMN yang Bakal Disuntik PMN Rp 3 Triliun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini