TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada atau UGM Fahmy Radhi mengaku tidak yakin dengan pengawasan ekspor pasir laut yang dilakukan pemerintah bakal efektif. Hal ini merujuk pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya yang sempat menyebut pengawasan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut dilakukan dengan teknologi GPS.
"Nah sangat sulit juga melihat kata Pak Luhut tadi, apakah GPS tadi bisa memastikan (hasil sedimentasi) itu sudah cukup, sedimentasinya harus setop misalnya," ujar Fahmy lewat sambungan telepon, Jumat, 2 Juni 2023.
Fahmy juga menanggapi pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono yang menyebut pengawasan akan dilakukan lintas kementerian dan lembaga.
"Kebiasaan yang terjadi di Indonesia itu (tetap terjadi) meskipun sudah diawasi. Itu terjadi moral hazard sehingga yang diawasi perlu diawasi lagi," kata Fahmy.
Kemudian, lanjut dia, lokasi-lokasi di daerah terpencil juga menyulitkan pengawasan. Dia pun menyamakan dengan pertambangan yang berlokasi di hutan-hutan dimana pengawasan sulit dilakukan.
Lebih lanjut, Fahmy menilai perlu pengawasan bertingkat, yakni orang yang mengawasi perlu diawasi lagi. Namun, menurut dia hal tersebut tak menjamin tidak ada ekspor pasir laut ilegal.
"Jadi kalau pemerintah mengatakan, nanti pelaksanaannya dengan menggunakan suatu teknologi dan lintas kementerian, saya tetap nggak yakin," ujar Fahmy.
Sebab, sebelumnya ada kasus serupa. Fahmy mencontohkan habisnya hutan meski ada yang mengawasi.
Selanjutnya: Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan KKP...