2. Tolak Ekspor Pasir Laut, Partai Buruh: Lingkungan Rusak, Nelayan Terancam
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan partainya menolak dibukanya kembali ekspor pasir laut. Menurut dia kerusakan lingkungan dan kerugian nelayan serta buruh akibat eksploitasi pasir laut itu jauh lebih besar dibanding keuntungan yang didapatkan negara,.
Said Iqbal mengatakan Partai Buruh menyoroti tiga hal terkait ekspor pasir laut itu yaitu labour rights atau hak buruh, human rights atau hak asasi manusia, dan protection environment atau perlindungan lingkungan. Dari sisi lingkungan, dia menilai pengerukan pasir laut telah terbukti merusak lingkungan dan ekosistem laut dari zaman Soeharto hingga 2002, sebelum ekspor pasir laut dihentikan pada 2003.
"Akibatnya, nelayan-nelayan kehilangan ikan. Oleh karena itu, Partai Buruh menolak keras dibukanya kembali ekspor pasir laut," ujar Said Iqbal dalam konferensi pers virtual pada Jumat, 2 Juni 2023.
Setelah selama 20 tahun ditutup, ekspor pasir laut kembali dibuka oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Salah satu pertimbangan pembukaan ekspor adalah nilai ekonomis pasir laut.
Said Iqbal mengatakan, semestinya pemerintah lebih mempertimbangkan aspek kerusakan lingkungan dan kerugian yang akan dihadapi nelayan dibanding aspek ekonomis ekspor pasir laut. Apa lagi, ekspor pasir laut hanya menguntungkan pemilik modal.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
3. Investigasi Global ERC: Pengerukan dan Ekspor Pasir Laut Terbukti Merusak Lingkungan dan Melanggar HAM
Jaringan global jurnalis yang menyelidiki kejahatan lingkungan Environmental Reporting Collective atau ERC meluncurkan kolaborasi terbaru berjudul 'Beneath the Sands'. Laporan investigasi itu mengulas dampak penambangan pasir laut pada lingkungan dan komunitas, terutama perempuan dan anak di seluruh dunia. Laporan tersebut menunjukkan adanya kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dari pengerukan dan ekspor pasir laut.
Redaktur Pelaksana ERC Febriana Firdaus menyampaikan isu penambangan pasir laut kembali mengemuka setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut pada akhir Mei lalu. Regulasi tersebut membuka kembali keran ekspor pasir laut dari Indonesia yang sebelumnya dilarang sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri.
"Laporan ERC yang digarap selama setahun terakhir mengungkap dampak negatif penambangan pasir di 12 negara. Mulai dari Indonesia, Singapura, Kamboja, Vietnam, Thailand, Filipina, China, Taiwan, India, Nepal, Sri Lanka, hingga Kenya," ujar Febriana melalui keterangan tertulis pada Jumat, 2 Juni 2023.
Pertama, kata dia, tim ERC menemukan bahwa penambangan pasir laut yang masif telah menyebabkan pulau-pulau kecil di Indonesia hilang. Selain itu, penambangan pasir merusak daerah penangkapan ikan di Taiwan, Filipina, dan Cina.
Di Indonesia, Majalah Tempo menemukan penambangan pasir laut oleh PT Logo Mas Utama di perairan utama Pulau Rupat dan Pulau Babi, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau memperparah kerusakan ekosistem pesisir serta abrasi di sana.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
Selanjutnya: Antisipasi Lonjakan Penumpang dari Pesawat Terbesar di Dunia ...