TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dan pakar kebijakan publik sekaligus CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat meminta pemerintah membatalkan kebijakan ekspor pasir laut. Kebijakan tersebut diteken Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023.
"Kebijakan itu hanya untuk kepentingan negara asing dan untungkan oligarki eksportir," kata Achmad melalui keterangan tertulis, Kamis, 1 Mei 2023.
Menurut Achmad, mengizinkan ekspor pasir laut sama saja menjual pulau NKRI yang akan memperluas batas Zona Ekonomi Economy (ZEE) negara lain dan memperkecil ZEE Indonesia itu sendiri. PP tersebut juga membahayakan ekologi karena hasil dan lokasi sedimentasi itu definisinya absurd. "Di sisi lain, implementasi akan rawan manipulasi dan pelanggaran," kata dia.
Jika Presiden Jokowi mengeluarkan izin ekspor pasir laut untuk mengurangi sedimentasi laut, Achmad menilai keputusan itu salah kaprah. Pengurangan sedimentasi laut tidak harus dengan mengekspor pasir laut.
Praktik ini pernah dilakukan pemerintah pada 1997-2002. Dalam periode itu, Indonesia menjadi pemasok utama pasir laut ke Singapura untuk perluasan lahan. Indonesia setidaknya mengirim 53 juta ton pasir laut per tahun.
"Hasilnya, pemerintah 1997-2002 dianggap bertanggung jawab atas hilangnya pulau-pulau Indonesia dan keanekaragaman hayatinya," ujar Achmad.
Achmad meminta DPR tidak tinggal diam atas persoalan penambangan pasir laut. "Menjual pasir laut sama halnya menjual daratan. DPR perlu meminta keterangan presiden dan menteri terkait kebijakan yang merugikan ketahanan nasional ini," ujar Achmad.
Pilihan Editor: Greenpeace Buat Petisi, Desak Jokowi Cabut Izin Ekspor Pasir Laut: Jangan Tertipu Akal-akalan Oligarki
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini