Salah satu analis pasar senior di OANDA, Craig Erlam, menyatakan kalangan investor di pasar saham masih merasakan keraguan atas keberhasilan diskusi kenaikan batas utang itu. "Kami masih menunggu untuk melihat resolusi pagu utang, yang pasti akan datang, setelah pembicaraan yang lebih menjanjikan antara Presiden Biden dan Ketua DPR McCarthy," kata Erlam.
Meski begitu, investor juga memperhatikan beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap tangguh. Data-data ekonomi itu jadi sentimen tersendiri meskipun ada kekhawatiran akan plafon utang meningkat.
Sejumlah data itu di antaranya adalah S&P Global yang melaporkan pada Selasa bahwa indeks manajer pembelian komposit flash AS sebesar 54,5 pada Mei atau naik dari 53,4 pada April. Artinya, indeks tembus level tertinggi 13 bulan untuk indeks.
Data lainnya terlihat dari indeks aktivitas bisnis jasa-jasa AS naik menjadi 55,1 pada Mei dari 53,6 pada April, juga mencapai level tertinggi dalam 13 bulan. Sedangkan indeks produksi manufaktur AS melemah menjadi 51,0 pada Mei dari 52,4 pada April, terendah dalam dua bulan, menurut S&P Global.
Soal ini, kepala ekonom bisnis di S&P Global Market Intelligence, Chris Williamson, menyebutkan ekspansi ekonomi telah mengumpulkan momentum lebih lanjut pada Mei. "Tetapi dikotomi yang meningkat terlihat jelas," katanya.
Sementara itu, menurut dia, perusahaan sektor jasa-jasa menikmati lonjakan permintaan usai pandemi. "Terutama untuk perjalanan dan liburan, produsen berjuang dengan gudang yang terlalu penuh dan kurangnya pesanan baru karena pengeluaran dialihkan dari barang ke jasa-jasa," kata Williamson.
ANTARA
Pilihan Editor: Beban Utang Pemerintah Diproyeksikan Tembus Rp 500 T pada 2024, Begini Kata Kemenkeu
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini