TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menjelaskan bagaimana penjahat siber atau hacker melakukan serangan ransomware—jenis virus malware yang menyerang perangkat dengan sistem enkripsi file—kepada perusahaan. Terbaru adalah PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI dikabarkan terkena serangan virus malware itu.
Menurut dia, ransomware ketika menjalankan aksinya, akan berusaha semaksimal mungkin mengenkripsi data penting, backup, dan sistem penting yang bertujuan mengganggu jalannya perusahaan. “Sehingga mau tidak mau korbannya akan membayar uang tebusan yang diminta demi kelangsungan operasional perusahaan,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Rabu, 10 Mei 2023.
Jika layanan perusahaan terhenti dengan down time yang tidak wajar, kata Alfons, maka patut dicurigai adanya hal yang sangat serius terjadi pada layanan tersebut—salah satu kemungkinan di era digital ini adalah karena aksi ransomware. Karena, seharusnya maksimal hanya down beberapa jam, tapi mengalami gangguan sampai lebih dari satu hari kerja,
“Pertempuran antivirus melawan virus atau malware ibarat pertempuran antara kebaikan dengan kejahatan, antara penegak hukum dengan pelanggar hukum,” ucap dia
Alfons juga mengatakan bahwa harus disadari pula bahwa teknologi ibarat pistol yang digunakan sesuai kemauan pemakainya, untuk melanggar atau menegakkan hukum. Ketika penegak hukum berhadapan dengan pelanggar hukum, tidak ada jaminan kalau penegak hukum akan menang. Karena yang menang adalah yang paling pintar memanfaatkan teknologi.
Hal itu, disebutnya, terlihat dari maraknya group ransomware yang memanfaatkan perkembangan teknologi sehingga keberadaan mereka sulit dilacak oleh penegak hukum. “Di antaranya adanya uang kripto, enkripsi, dan the onion router atau TOR yang memberikan kondisi yang sempurna untuk aksi kejahatan pemerasan memanfaatkan teknologi,” tutur Alfons.