TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, rencana impor kereta rel listrik (KRL) bekas dari Jepang masih terus dibahas sampai hari ini.
Hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih menjadi pembahasan berbagai pihak, mengingat kebutuhan akan KRL diperlukan untuk mengisi kekosongan kereta yang memasuki masa pensiun di tahun ini.
Baca Juga:
Luhut mengaku, selama pembahasan itu, dirinya tetap bersikukuh untuk tidak ingin menggunakan kereta bekas dari negeri Jepang. "Sampai sekarang masih kami kaji. Tapi kalau anda tanya saya lebih setuju yang bikinan dalam negeri," kata Luhut ditemui di sela kegiatannya di Hotel Westin Jakarta, Selasa 9 Mei 2023.
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menyebutkan jumlah kereta yang akan dikonservasi adalah 10 trainset (rangkaian kereta) pada 2023 dan 19 trainset pada 2024. Untuk mempercepat pergantian, maka anak perusahaan PT KAI itu akan melakukan pengadaan kereta bukan baru atau KRL bekas.
Selain impor KRL bekas, PT KCI dan PT Industri Kereta Api atau Inka juga telah menyepakati kontrak pengadaan rangkaian KRL. Kedua pihak telah sepakat melakukan pengadaan 16 trainset KRL dengan nilai Rp3,8 triliun.
Meski demikian, rangkaian kereta tersebut rencananya rampung pada 2025 mendatang.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan terkait impor KRL bekas dari Jepang, dirinya sudah berdiskusi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Komisi VI DPR RI.
Erick mengatakan, terdapat catatan bahwa EBITDA INKA saat ini masih negatif, artinya perlu ada dukungan cashflow kepada INKA. Kalau cashflow-nya tidak ketemu maka tidak mungkin memproduksi jumlah yang dibutuhkan.
Untuk itu, kata Erick, pihaknya justru mempersilakan PT KCI melakukan impor KRL bekas, asal tidak terjadi mark up dalam proses impor tersebut.
"Kita harus menghitung ulang kebutuhan gerbongnya berapa. Saya menolak impor jika terjadi mark up dan saya akan minta BPKP untuk audit ulang jika memang terjadi mark up. Namun kalau kita membutuhkan (impor) maka kita terbuka, tetapi perlu duduk dengan data yang sama. Dan kalau ada korupsi saya akan sikat," kata Erick.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ANTARA
Pilihan Editor: Tiga Pesan HAM Jaksa di Kasus Haris Azhar Vs Luhut yang Jadi Bahan Sorak Sorai Pengunjung Sidang
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.