TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance atau Indef , Abdul Manap Pulungan menjelaskan beberapa faktor yang dapat memepengaruhi perkembangan ekonomi global. Salah satunya soal potensi gagal bayar utang AS, menurut dia, tak terlalu banyak berimbas ke ekonomi global.
Abdulmenjelaskan sedikitnya ada tiga hal yang mempengaruhi perekonomian global. Pertama, kata dia, faktor geopolitik.
“Masalah Ukraina dan Rusia, dan memanasnya Amerika Serikat (AS)-Taiwan dan Cina,” ujar dia dalam konferensi pers virtual bertajuk Ekonomi Indonesia di Tengah Pusaran Risiko Gagal Bayar Utang Amerika pada Senin, 8 Mei 2023.
Faktor kedua adalah perkembangan ekonomi Amerika baik dari kebijakan moneternya yang terus menaikkan suku bunga acuan meski sudah ada permasalahan di sektor perbanakan. Serta adanya potensi Amerika gagal bayar utang. Menurut Abdul, sebetulnya fenomena itu bukan saat ini saja terjadi, tapi beberapa tahun lalu juga pernah.
“Dampak potensi gagal bayar ini sebetulnya relatif lebih minor (kecil) dibandingkan gejolak Rusia-Ukraina ataupun dampak dari Covid-19, saya melihat seperti itu,” ucap Abdul.
Selanjutnya faktor ketiga, masalah ekonomi Cina dan Uni Eropa. Dia menjelaskan di Cina mengalami pelambatan ekonomi, sementara di Uni Eropa banyak demonstrasi di berbagai negara karena semakin mahalnya biaya hidup. “Sejalan dengan inflasi yang terus meningkat,” tutur Abdul.
Sebelumnya Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menjelaskan potensi Amerika gagal bayar utang sebetulnya sudah beberapa kali terjadi, di mana fenomena terkait dengan batas utang Amerika ini yang kemudian memicu risiko gagal bayar. Dalam praktiknya, kata dia, belum pernah Amerika sampai gagal bayar.
“Karena walaupun mungkin terjadi berbagai macam pro dan kontra, toh di ujung akhirnya biasanya secara politik ya kenaikan plafon itu disepakati, batasannya dinaikkan,” kata Eko pekan lalu.
Dia mencontohkan fenomena yang sama juga pernah terjadi beberapa tahun lalu saat pandemi Covid-19. Penyebab utang terus membengkak adalah karena memang penanganan Covid-19 membutuhkan biaya yang banyak. Kemudian memcu lonjakan utang. “Sebetulnya juga sudah ada plafon yang naik pada 2021 tapi ternyata terlewati juga di 2023 ini,” ucap dia.
Pilihan Editor: Indef: Jepang dan Cina Pemegang Tertinggi Surat Utang AS yang Berpotensi Gagal Bayar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini