3. AS bisa mengimbangi utang
Untuk melihat kesehatan suatu negara terhadap utangnya, kata Eko, memang harus melihat ukuran ekonominya. Amerika, dia mengatakan, merupakan negara maju, yang tentu berbeda dengan negara berkembang.
“Biasanya begitu. Secara PDB (Produk Domestik Bruto) Amerika sudah di atas 100 persen, kurang lebih 121 persen. Jadi sudah tinggi. Kita juga tahu ekonomi Amerika itu juga besar, saya rasa salah satu yang terbesar di dunia,” tutur dia.
Menurut Eko, secara umum kondisinya masih bisa mengimbangi atas utang tersebut. Namun, karena angkanya sudah melampaui threshold atau ambang batas yang ditetapkan oleh Pemerintah Amerika sehingga yang harus dilakukan adalah upaya menaikan plafonnya.
“Ya kalau menaikkan kembali tentu saja secara politik itu mungkin, tapi mungkin juga akan menimbulkan persepsi di dalam konteks globalnya. Artinya, terhadap surat utang Amerika sendiri, karena kita tahu bahwa rating-nya kemudian turun juga,” ucap Eko.
4. Rating surat utang AS bisa turun
Eko juga mengungkap dampak jika skenario Amerika Serikat gagal bayar utang terhadap surat utang di negara tersebut. “Misalkan itu terjadi, maka berarti rating-nya akan semakin turun surat utang Amerika ini dan peminatnya semakin sedikit,” ujar dia.
Sehingga, Eko melanjutkan, Amerika akan mencari negara yang bisa menawarkan return yang lebih baik dengan rating yang juga baik. Harapannya, bisa masuk ke negara berkembang seperti Indonesia. Obligasi di Indonesia misalnya untuk tenor 10 tahun bunganya sekitar 6,5 persen.
“Harapannya begitu walaupun sepertinya sih secara politik tidak akan sampai gagal bayar ya,” kata Eko. Dia menduga Amerika tidak akan gagal bayar, karena peluangnya kecil. “Karena bagaimanapun Amerika itu ketika banyak tekanan dia bersatu. Jadi mungkin akan memilih untuk kompromi kemudian tidak terjadi gagal bayar, dan itu tidak pernah terjadi dalam sejarah Amerika sampai gagal bayar.”
Selanjutnya: 5. Dampak gagal bayar utang AS terhadap RI....