Bagi Indonesia, Ma’ruf melanjutkan, mekipun bukan bagian anggaran negara, zakat sangat bisa menjadi salah satu instrumen penyokong kebijakan fiskal. Yakni melalui peranannya dalam membantu pemerintah pada pos-pos tertentu yang sesuai dengan peruntukan zakat seperti pengentasan kemiskinan, stunting, dan perlindungan sosial.
Zakat bahkan dikatakan mampu menjadi stabilisator otomatis fiskal. Karena dana zakat akan dibelanjakan kepada kelompok miskin. Sehingga konsumsi kelompok ini dapat berjalan tanpa terpengaruh oleh kondisi ekonomi dan membuat situasi menjadi lebih stabil.
Adapun dalam kaitannya dengan pajak, fungsi zakat dapat dikatakan beirisan dengan pajak yakni mendistribusi kekayaan. Praktik disejumlah negara, menurut Ma’ruf menunjukan bahwa zakat dapat mengurangi pajak penghasilan, contohnya di Malaysia.
“Melihat besarnya potensi penghimpunan zakat di Indonesia saya menilai penting adanya kajian kebijakan dan rekomendasi konkret terkait relasi ideal antara zakat dan pajak ke depannya,” ujar Ma’ruf.
Sementara, dalam bingkai keadilan ekonomi yang sepatutnya diwujudkan, kedua istrumen tersebut diharapkan dapat berkontribusi lebih optimal. Sehingga, dia menambahkan, menjadi alat yang efektif untuk menaikan kesejahteraan masyakat sekaligus menekan ketimpangan.
Ma’ruf berharap dalam APTF ke-14 dapat membahas dan menghasilkan berbagai rekomendasi konkret. Pertama, terkait desain bingkai keadilan ekonomi khususnya melalui pajak dan zakat maupun instrumen ekonomi dan keuangan syariah lainnya.
Kedua, terkait pengembangan ekonomi syariah sebagai penopang ketahanan ekonomi nasional maupun Asia Pasifik salah satu kawasan yang diproyeksi tetap tumbuh ekspansif di tengah dinamika global.
“Saya yakin akan banyak gagasan yang dipertukarkan sehingga forum ini akan turut berkontribusi membawa kemaslahatan bagi umat baik di RI maupun negara-negara Asia Pasifik lainnya. Semoga zakat dan pajak ke depan betul-betul menjadi istrumen yang mampu mengakselerasi kemakmuran bangsa-bangsa,” tutur Ma’ruf Amin.
Pilihan Editor: Sukanto Tanoto Beli Mal di Singapura Rp 9,5 Triliun, Ditjen Pajak Jelaskan Pengenaan Pajaknya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini