TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo mengancam menghentikan penjualan minyak goreng di ritel karena utang rafaksi senilai Rp 344 miliar belum dibayar pemerintah. Kementerian Perdagangan atau Kemendag pun buka suara.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim, mengatakan pihaknya akan berkoordinasi kembali dengan Aprindo. Bahkan, dia akan segera menelepon Ketua Umum Aprindo Roy Mandey.
“Ya nanti kami koordinasikan lah, intinya jangan sampai kejadian seperti itu (minyak goreng disetop ritel), kan ini akan menimbulkan masalah baru. Saya kira ini kita sama-sama, kan ini menyangkut uang negara,” ujar Isy saat ditemui di kantornya pada Jumat, 14 April 2023.
Lebih lanjut, Isy menjelaskan saat ini pembahasan rafaksi minyak goreng masuk Kejaksaan Agung (Kejagung). Pihaknya telah meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung atas hal ini.
“Begitu sudah keluar pendapat hukumnya, baru ada keputusan apakah nanti dibayar atau tidak,” kata Isy.
Adapun alasan Kemendag meminta pendapat hukum Kejaksaan Agung adalah karena prinsip kehati-hatian. Selain itu, ada simpang siur pendapat terkait rafaksi minyak goreng ini.
“Karena Permendag-nya waktu itu sudah dicabut. Jadi ada beberapa pendapat yang berbeda,” tuturnya.
Aturan yang dimaksud adalah Permendag Nomor 3 Tahun 2022. Beleid ini telah dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
“Ada yang berpendapat bahwa ini kan Permendagnya sudah dicabut berarti seharusnya tidak lagi dibayarkan, ada silang pendapat itu. Sehingga diputuskanlah nanti minta pendapat hukum dari Kejagung,” beber Isy.
Seperti yang diketahui, rafaksi minyak goreng satu harga periode 19 hingga 31 Januari 2022 lalu telah sesuai dengan Permendag 3/2022. Kebijakan ini membuat minyak goreng dijual satu harga Rp 14 ribu di ritel-ritel. Padahal, harga minyak goreng pada saat itu sedang tinggi-tingginya.
Selanjutnya: Dalam Bleid Tersebut Disebutkan ...