Tiga syarat kegentingan yang memaksa tersebut antara lain, pertama, adanya keadaan kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, undang- undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang- undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan kendala yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
"Jadi jelas bahwa dengan menerbitkan Perpu Cipta Kerja itu pemerintah telah mengabaikan konstitusi. Selanjutnya Perpu Cipta Kerja itu diajukan ke DPR untuk mendapat persetujuan atau penolakan. Namun pada masa sidang, DPR gagal memberikan persetujuan terhadap Perpu Cipta Kerja tersebut karena telah melewati masa sidang. Sekali lagi, DPR tidak perduli konstitusi dan tetap seenaknya menyetujui Perpu Cipta Kerja tersebut pada masa sidang hari ini, yaitu tanggal 21 Maret 2023," tutur Jumhur.
Sebagai bentuk penolakan terhadap disahkannya UU Cipta Kerja ini, Jumhur mengajak kaum buruh Indonesia untuk membangun kekuatan bersama untuk melawan.
"Lawan kesewenang-wenangan ini, baik melalui jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi maupun melaksanakan unjuk rasa mendesak Presiden dan DPR membatalkan UU Cipta Kerja," kata Jumhur.
Pilihan Editor: Kemendag Kaji Maladministrasi Bappebti soal Perizinan Bursa Berjangka
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini