“Maka dari itu, harus ada langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan. Hak dan kepentingan jutaan jemaah haji tunggu juga harus dilindungi,” ujar Mustolih,
Mustolih berujar, uang hasil kelolaan dana haji dari jemaah tunggu berkisar Rp 160 triliun, hasil dari penempatan maupun investasi menjadi hak dari jemaah haji tunggu yang jumlahnya saat ini kurang lebih 5 juta orang selaku pemilik dana atau shohibul maal. Namun, selama ini dana tersebut malah diberikan untuk mensubsidi jemaah haji yg berangkat pada tahun berjalan sampai 100 persen. “Ini memang harus mulai dikoreksi dan dibenahi.”
Sementara itu, di saat yang sama, biaya setoran awal jemaah haji belum bisa dinaikkan dan masih dii angka Rp 25 juta per jamaah—setidaknya selama dua dekade ke belakang. Situasi ini, menurut Mustolih, menekan keuangan haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Terlebih, dengan kuota normal setelah pandemi, yakni 221 ribu jamaah.
“Langkah merasionalisasi dan mengoreksi dana haji harus segera diambil demi kemaslahatan yang lebih besar dan melindungi hak dari jutaan jemaah haji tunggu, jika tidak masalah ini akan jadi bom waktu" kata dosen UIN Syarif Hidayatullah ini.
Kendati demikian, Mustolih beraharap usulan kenaikan biaya haji masih bisa diturunkan dengan melakukan efesiensi menyisir komponen-kompknen biaya yang bisa dipangkas tanpa mengurangi dan berdampak pada kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.
Soal dana haji, dia berharap tidak hanya biaya haji reguler saja yang disampaikan ke publik. Menurutnya, penyelengggaraan biaya haji khusus yang dikelola travel ataupun Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) juga penting untuk dipublikasikan karena ada ribuan orang menjadi calon jenaah haji khusus.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini