Mirah menuturkan pihaknya telah mempelajari isi salinan Perpu Cipta Kerja yang beredar di masyarakat sejak semalam. "Ternyata isinya hanya copy paste dari isi UU Cipta Kerja, yang ditolak oleh masyarakat termasuk serikat pekerja. Kalaupun ada perbedaan redaksi, isinya justru semakin tidak jelas dan tidak ada perbaikan sebagaimana yang dituntut oleh serikat pekerja," kata Mirah.
Menurutnya, berbagai hal yang dituntut oleh serikat pekerja, dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) lagi. Sehingga pemerintah bisa sewenang-wenang menerbitkan PP yang tentunya, kata dia, hanya akan menguntungkan kelompok pemodal atau investor.
Ia menilai modus seperti ini sudah menjadi rahasia umum. Sebab menurutnya, sejak awal Omnibus Law UU Cipta Kerja, aturan ini didesain oleh dan untuk kepentingan pemodal, bukan oleh dan untuk kepentingan rakyat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim Perpu ini telah berpedoman pada peraturan perundangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK Nomor 38/PUU7/2009.
"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak," kata Airlangga dalam konferensi pers di Istana Negara, Jumat, 30 Desember 2022.
Dia mengatakan pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global terkait ekonomi. Airlangga menyebut Indonesia menghadapi resesi global peningkatan inflasi, ancaman stagflasi, dan juga beberapa negara sedang berkembang yang sudah masuk jadi pasien IMF. "Kondisi krisis ini sangat nyata untuk emerging developing country," katanya.
RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini