Analis energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengatakan RUU Migas akan menjadi barometer seberapa serius Indonesia dalam menyikapi periode transisi tersebut. “Barometernya dari RUU Migas, jika ragu-ragu menentukan ini bisa jadi transisi migas ini juga ikut berdampak,” ujar dia dikutip dari Antara, Rabu hari ini.
Pemerintah Indonesia tengah melakukan percepatan transisi energi, dari energi fosil menuju energi baru terbarukan yang bebas emisi karbon. RUU Migas menjadi elemen penting untuk mendukung terwujudnya transisi energi sekaligus menjaga ketahanan energi nasional.
Menurut Putra, RUU Migas menjadi hal mendasar yang harus dituntaskan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum di sektor migas. Terlebih, saat ini Pemerintah Indonesia memiliki target produksi 1 juta ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
Namun dengan proses RUU Migas yang tak kunjung selesai, Putra menilai hal ini akan berpengaruh terhadap pandangan investor untuk masuk ke industri migas di Indonesia. Karena, kata dia, rentang waktu dari investasi sampai produksi sektor migas cukup lama, bisa mencapai 5 sampai 10 tahun.
“Saya rasa investor sudah mulai berhati-hati melihat bukan hanya dari potensi ya, juga kepastian hukum dan kebijakan ke depan,” tutur dia.
Baca: Kepala SKK Migas Sebut Industri Hulu Minyak dan Gas RI Butuh Investasi USD 179 Miliar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini