TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Adi Mahfudz Wuhadji, mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa ditekan dengan mengedepankan komunikasi bipartite antara pengusaha dan pekerja. Tujuannya agar sama-sama mengetahui batas kemampuan perusahaan untuk membayar upah.
“Selain itu, sebaiknya pekerja atau buruh juga terus berjuang untuk meningkatkan produktivitas kerja agar dapat tercapai pada level upah aktual sesuai dengan kompetensinya,” ujar Adi kepada Tempo, Rabu, 9 November 2022.
Baca: Gelombang PHK, BPS Catat Industri Tekstil Kehilangan 50 Ribu Pekerja
Menurut Adi, perusahaan dan pekerja semestinya menjadi dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan untuk terus berjalan dengan itikad baik. Dengan begitu, kemampuan perusahaan dapat disesuaikan dengan batas kemampuan proses produksi.
Jika kinerja perusahaan melemah, lanjut Adi, masih ada solusi selain PHK yang bisa diterapkan. Misalnya dengan mengurangi upah dan fasilitas pekerja yang sifatnya tidak pokok. Mengurangi shift kerja, mengurangi jam kerja, ataupun menghapus jam lembur, menurutnya bisa menjadi pilihan perusahaan, alih-alih melakukan PHK.
“Pemerintah juga perlu terus hadir secara penuh hadir dalam proses pendampingan dan pengawasan serta memberikan kebijakan-kebijakan strategis jangka panjang. Selain itu, memberikan kepastian perlindungan terhadap pengusaha dan pekerja bahwa keberlangsungan usaha dan kesinambungan pekerjaan dapat terjaga,” ujar Adi.
Selanjutnya: Gelombang PHK Puluhan Ribu Pekerja di Jawa Barat