Kenaikan suku bunga ini untuk merespons ramalan inflasi AS yang mencapai level tertinggi 40 tahun di 11 persen selama kuartal akhir 2022. Bank of England menyebutkan Inggris telah memasuki resesi yang berpotensi berlangsung dua tahun, lebih lama daripada selama krisis keuangan 2008–2009.
Adapun faktor dari dalam negeri yang mempengaruhi kurs rupiah di antaranya berasal dari sentimen pasar yang terus memantau perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III tahun 2022 yang diperkirakan tetap sehat dan neraca transaksi diperkirakan kembali mencatatkan surplus. “Hal ini ditopang oleh kinerja positif dari neraca perdagangan yang membukukan surplus US$14,9 miliar pada kuartal III/2022,” ujar Ibrahim.
Kontribusi neraca perdagangan positif tersebut dinilai dapat meredam tekanan arus modal keluar nonresiden pada investasi portofolio yang mencapai US$ 2,1 miliar akibat dari kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) yang sangat agresif. Selain itu neraca perdagangan positif itu bisa merespons ketidakpastian pasar keuangan global akibat krisis energi dan pangan di semenanjung Eropa.
Ibrahim menyebutkan terjaga kuatnya kinerja ekspor juga didorong oleh adanya kebijakan dari pemerintah untuk terus mendorong ekspor Crude Palm Oil (CPO) beserta turunannya. "Selain itu, neraca transaksi modal dan finansial juga diperkirakan masih akan ditopang oleh realisasi positif dari penanaman modal asing,” katanya. Dari segi cadangan devisa pada akhir September 2022 juga tercatat masih tetap kuat, yakni pada level US$ 130,8 miliar.
BISNIS
Baca juga: Pelemahan Rupiah Diprediksi Bisa Perparah Pembengkakan Biaya Kereta Cepat
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.