TEMPO.CO, Jakarta -Chief Financial Officer (CFO) Blibli Hendry memastikan sebagian dana yang terkumpul dari hasil penawaran umum saham perdana saat melantai di Bursa Efek Indonesia pada 7 November 2022, untuk membayar saldo utang perusahaan.
Blibli menargetkan dari hasil IPO itu akan terkumpul Rp 8,17 triliun dana, di mana Rp 5,5 triliunnya akan digunakan untuk membayar seluruh saldo utang di perbankan. Adapun total utang Blibli sejauh ini dalam prospektus berasal dari dua bank, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BCA) serta PT Bank BTPN Tbk.
"Jadi memang sesuai yang sudah disampaikan di prospektus bahwa dana IPO ini sebesar Rp 5,5 triliun akan kami gunakan untuk melakukan pembayaran seluruh saldo utang," ujar Hendry saat konferensi pers di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa, 18 Oktober 2022.
Total utang yang akan dilunasi Blibli melalui dana hasil IPO ke BCA mencapai Rp 2,75 triliun sedangkan ke BTPN juga senilai Rp 2,75 triliun. Sehingga total keseluruhan utang mereka kepada kedua bank itu sebanyak Rp 5,5 triliun.
Sedangkan sisa dari dana IPO itu akan digunakan oleh Blibli dan Entitas Anak sebagai modal kerja untuk mendukung kegiatan usaha utama dan pengembangan usaha Perseroan, namun tidak terbatas pada kegiatan penjualan dan pemasaran, pengembangan produk, pembiayaan kegiatan operasional, dan penambahan fasilitas pendukung usaha, termasuk diantaranya pembaruan teknologi.
Adapun rinciannya sekitar 57 persen akan digunakan oleh Blibli sendiri dan sekitar 43 persen akan digunakan oleh GTNe, Entitas Anak Perseroan. Dana yang disalurkan ke GTNe akan dilakukan secara bertahap berupa peningkatan penyertaan modal yang akan dimulai pada kuartal 4 tahun 2022.
Apabila dana hasil Penawaran Umum tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan itu, maka Blibli akan menggunakan sumber dana lain berupa pinjaman. Apabila dana yang diperoleh dari Penawaran Umum ini tidak dipergunakan langsung, maka akan menempatkan dana bersih dalam rekening giro dan/atau tabungan maupun deposito pada bank dan lembaga keuangan.
Dana itu juga akan bisa digunakan untuk menginvestasikan dalam instrumen pasar uang lainnya, sebagaimana dianggap perlu oleh Direksi Perseroan dalam instrumen keuangan yang aman dan likuid.
Sebelumnya, Penawaran Perdana Saham (Initial Public Offering /IPO) perusahaan e-commerce PT Global Digital Niaga. Tbk (BELI) atau Blibli.com dinilai masih menarik menjaring investor ritel secara jangka panjang.
Direktur PT Indovestama Utama Mandiri Rivan Kurniawan menyebutkan jika saham BELI nantinya akan menarik jika dilihat dalam jangka panjang sama seperti emiten teknologi lainnya.
Prospek pertumbuhan e-commerce juga masih menjanjikan, di mana pertumbuhan pertahun diproyeksi akan mengalami peningkatan 23,6 persen antara tahun 2020-2025. Segmen ritel Blibli yang menjadi pendorong pendapatan perusahaan diproyeksi akan mengalami peningkatan pangsa pasar menjadi 36 persen pada 2025, dibanding 20 persen pada 2020.
Penjualan online sektor retail juga diproyeksi mengalami peningkatan sebesar 59 persen pada 2025. Blibli pun mengembangkan layanan investasi digital yang bermitra dengan Bibit sebagai platform reksadana online nomor 1 di Indonesia. Langkah ini dapat berdampak positif untuk pertumbuhan Blibli seiring meningkatnya keinginan investasi masyarakat usai pandemi Covid-19.
“Akan tetapi, sentimen dari perusahaan teknologi di tahun 2022 ini secara keseluruhan belum begitu baik. Di mana sejumlah saham teknologi mengalami penurunan harga baik di market dalam negeri maupun di luar negeri. Sehingga mungkin appetite masyarakat terhadap IPO Blibli mungkin tidak sebesar IPO saham teknologi di tahun sebelumnya,” katanya kepada Bisnis, Senin 17 Oktober 2022.
Baca Juga: Bos Blibli Ungkap Alasan Percaya Diri IPO di Tengah Ancaman Resesi Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini