TEMPO.CO, Jakarta - Sinyal suku bunga bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed, diprediksi naik hingga 150 basis poin pada akhir 2022. Direktur Segara Institut Pieter Abdullah Redjalam mengatakan kenaikan suku bunga The Fed yang sangat agresif harus diimbangi dengan peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang memadai.
“Kalau tidak diimbangi dengan kenaikan suku bunga acuan BI yang memadai, akan mendorong keluarnya modal asing dan menyebabkan pelemahan rupiah,” ujar dia saat dihubungi pada Ahad, 16 Oktober 2022.
Dosen Perbanas Institute itu menuturkan kenaikan suku sampai pada batas tertentu sebetulnya sudah terjadi. Selisih antara suku bunga acuan BI dan The Fed saat ini pun sangat sempit. Jika kian sempit, kondisi ini dianggap tidak akan menutup risiko yang ada sehingga investor memilih keluar.
Selain itu, harga untuk dua instrumen investasi, yaitu harga Surat Berharga Negara (SBN) dan harga saham, juga akan terimbas. Harga instrumen keuangan itu akan jatuh.
“Kalau dibiarkan akan berdampak negatif ke kondisi keuangan lembaga-lembaga keuangan karena adanya kewajiban mark to market,” tutur Pieter.
Untuk menghindari semua dampak negatif tersebut, Pieter berujar, BI dipastikan akan menaikkan suku bunga acuan mengikuti kenaikan suku bunga The Fed. Setidaknya, tutur dia, sama dengan kenaikan suku bunga The Fed.
Baca juga: Bursa AS Kompak Menguat Meski Inflasi Meroket ke Level Tertinggi Sejak 1982, Sampai Kapan?
“Kebijakan BI ini yang kemudian akan mendorong kenaikan suku bunga deposito dan suku bunga kredit,” kata dia.
The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada akhir bulan lalu. Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi pasar. Pada 22 September 2022, rapat Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan kenaikan kisaran suku bunga acuan Fed Fund Rate 75 basis poin menjadi 3-3,25 persen.
Dengan keputusan ini, The Fed telah mengerek suku bunga acuan 75 basis pada pertemuan ketiga berturut-turut. Ini sekaligus merupakan langkah pengetatan paling agresif sejak Paul Volcker memimpin The Fed pada awal 1980-an.
Sementara itu, median prospek kenaikan suku bunga oleh pejabat The Fed, atau yang disebut dot plot, menunjukkan suku bunga acuan naik menjadi 4,4 persen pada akhir tahun, naik dari proyeksi pada Juni sebesar 3,4 persen.
Adapun proyeksi suku bunga untuk akhir 2023 tetap pada 4,6 persen. Dot plot pada akhir 2024 naik menjadi 3,9 persen dari 3,4 persen, sedangkan prospek suku bunga acuan jangka panjang tetap pada 2,5 persen.
Dalam pernyataan setelah keputusan suku bunga acuan, FOMC menekankan bahwa mereka sangat memperhatikan risiko inflasi. Bank sentral juga menegaskan akan mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai.
“Kami berkomitmen kuat untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen," demikian pernyataan FOMC.
KHORY ALFARIZI | BISNIS
Baca juga: IMF Sebut Penguatan Dolar AS Pengaruhi Inflasi: Tekanan Sangat Akut di Emerging Market
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.