"Berdasarkan survei pemantauan harga, survei pada minggu kelima, bulan ini (September 2022) inflasinya sekitar 5,88 persen yoy," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Wahyu Agung Nugroho di Bali, 1 Oktober 2022.
BI memprediksi terkereknya inflasi September 2022 dipicu oleh kenaikan harga harga komoditas bensin sebesar 0,91 persen. Naiknya harga harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite, Solar, dan Pertamax akan menambah inflasi 1,8 - 1,9 persen.
Tambahan inflasi yang masuk kategori barang-barang yang diatur pemerintah atau administered price ini memiliki daya ungkit yang luas terhadap komoditas lain. Selain berdampak langsung terhadap sektor transportasi, BBM memiliki dampak tidak langsung atau second round effect ke harga-harga komoditas.
Dampak putaran second round dari kenaikan harga BBM akan dirasakan tiga bulan mendatang terhadap inflasi inti. Ini akan memicu juga kenaikan harga pangan bergejolak atau volatile food di samping administred price itu sendiri.
"Inflasi inti Agustus masih sekitar 3 persen, dengan perkembangan terkini, kenaikan BBM yg memberikan dampak ke inflasi inti, total dampaknya 1,8-1,9 persen, di akhir tahun inflasi inti menjadi sekitar 4,6 persen, which is sudah di atas target BI," kata Wahyu.
Oleh sebab itu, untuk meredam inflasi itu, BI telah menaikkan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate menjadi 4,25 persen. Tujuannya untuk menjangkar ekpetasi inflasi ke depan sesuai dengan target inflasi, sehingga pada pertengah 2023 kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada pertengahan tahun depan.
"Ini lebih ke keinginan kita untuk melihat inflasi inti ke sasaran pada kuartal III sampai 2023 sehingga kita butuh kenaikan (suku bunga acuan) yang besar di depan atau front loading tadi," kata Wahyu.
BISNIS | ARRIJAL RACHMAN
Baca: IHSG Diperkirakan Menguat ke level 7.100, Samuel Sekuritas Soroti Saham ADRO dan BBCA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini