TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi angkat bicara soal pembatalan program konversi elpiji 3 kilogram ke kompor listrik.
Ia menyatakan sejak awal telah berpendapat bahwa upaya mengalihkan oversupply PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tak sepatutnya dialihkan ke masyarakat.
Yang lebih tepat, menurut Fahmy, perseroan melakukan renegosiasi dengan Independent Power Producer atau IPP. PLN harus menegaskan bahwa hanya akan membayar penjualan setrum dari IPP yang dipakai saja.
"Sedangkan yang tidak dipakai, PLN tidak seharusnya membayar," kata Fahmy saat dihubungi Tempo pada Selasa, 27 September 2022.
Program migrasi elpiji tiga kilogram ke kompor listrik, menurut Fahmy, juga tidak akan optimal menyerap kelebihan surplus listrik PLN. "Perlu dikembangkan bauran energi yang terdiri gasifikasi batu bara menjadi gas tabang, jaringan gas, kompor listrik, LPG Non-Subsidi," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menilai penundaan program peralihan ke kompor listrik ini adalah hal yang realistis dilakukan. Sebab, masih banyak masalah teknis di lapangan yang belum teratasi.
Sebagai contoh, penggunaan kompor listrik yang hanya memungkinkan bagi pelanggan dengan daya listrik di atas 1.300 VA. Masalah pemadaman listrik di berbagai daerah juga akan menjadi hambatan bagi penggunaan kompor listrik.
Selanjutnya: Bos PLN beberkan alasan batalkan program kompor listrik.