TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, merespons aduan masyarakat ihwal kebisingan wisatawan yang terjadi di Canggu, Bali. Sekitar 1,5 tahun lalu, Sandiaga mengaku mendengar keluhan dari para pemilik hotel soal kebisingan di wilayah Canggu.
Dia mengatakan pihaknya sudah menurunkan tim dan bekerja sama dengan aparat setempat. “Saya diberi laporan. Kami bekerja sama dengan aparat setempat memberikan satu pesan yang tegas dan lugas agar seluruh peraturan ditegakkan dan dipatuhi,” ujar Sandiaga dalam video yang dia unggah di akun resmi Twitternya, seperti dikutip pada Jumat, 16 September 2022.
Sandiaga menyebut di tengah pandemi Covid-19, ketika pariwisata belum terlalu padat dan kunjungan wisata tak terlampau banyak, situasi di Canggu sangat terdampak. Namun kini, kini kunjungan sudah di atas 10 ribu wisatawan asing per hari. Karenanya, bukan hanya kepadatan yang ditimbulkan, tetapi juga kebisingan—bahkan hingga pukul 04.00 WITA.
Sandiaga mengatakan kearifan lokal masyarakat Bali—yang adat istiadatnya mengedepankan toleransi, kebersamaan, dan sebagainya—menjadi salah satu pedoman yang harus dipatuhi. Dia pun mengapresiasi petisi yang diajukan melalui change.org.
“Kami pantau kalau tidak salah ada enam ribu lebih (tanda tangan) dan ini yang harus kita pastikan suara dari masyarakat, pemerintah hadir untuk memberikan solusi,” kata Sandiaga.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini pun meminta masyarakat hingga wiatawan saling menjaga harmonisasi alam, budaya, dan manusia di Bali, khususnya di wilayah Canggu. “Manusia hidup berdampingan. Kemenparekraf akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan saya minta kepada pelaku usaha pariwisata mohon patuhi peraturan yang berlaku,” kata dia.
Sebelumnya, petisi masalah kebisingan di Canggu ini diajukan oleh pengguna change.org atas nama P. Dian. Hingga Kamis malam, 15 September 2022, petisi tersebut sudah ditandatangi 8.305 orang. Dalam petisinya, P. Dian menyebut di area Canggu, hampir setiap malam dalam seminggu, setiap minggu, setiap bulan, sebelum maupun setelah pandemic, tidak dimungkinkan manusia beristirahat tidur di malam hari pada jam-jam normal di atas pukul 10.00.
Sebab, suara menggelegar dari bar-bar terbuka, baik di Pantai Batu Bolong maupun di Brawa—bersebelahan dengan pura-pura suci di Bali. Sebegitu kerasnya, sehingga membuat kaca-kaca jendela dan pintu bergetar. “Lebih parah daripada gempa bumi. Dan gangguan suara ini berlangsung hampir setiap malam hingga jam 1, jam 2, jam 3, bahkan kadang jam 4 pagi,” katanya.
Baca juga: Menteri Sandiaga Uno Minta Mahasiswa Yogya Fokus Bidik Industri Ekonomi Kreatif
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.