Dengan program refinery development master plan (RDMP) yang terus berjalan, kata Taufik, kilang Pertamina juga menjadi lebih fleksibel mengolah berbagai jenis minyak mentah. Adapun rata-rata net cash margin (NCM) Pertamina sangat positif, sebesar US$ 4,88 per barel. Keberhasilan ini bahkan jauh dibandingkan dengan Malaysia Petronas US$ 1,56 per barel.
“Upaya menekan biaya operasi salah satunya dengan penurunan biaya pembelian crude karena porsi terbesar dalam produksi BBM adalah biaya pembelian minyak mentah yang mencapai 92 persen dari biaya pokok produksi,” kata Taufik.
Sebelumnya, Pejabat Sementara Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional Milla Suciyani menyebutkan pihaknya telah mengalokasikan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) sampai US$ 43 miliar untuk mengembangkan kilang minyak dan petrokimia atau Refinery Development Master Plan hingga tahun 2026.
Bila dirupiahkan, capex perusahaan migas pelat merah untuk mengembangkan kilang tersebut mencapai Rp 643,49 triliun. Perhitungan anggaran itu menggunakan asumsi kurs Rp 14.965 per dolar AS. Adapun penyiapan anggaran belanja modal itu untuk meningkatkan indeks kompleksitas nelson atau complexity index (NCI) dari enam kilang Pertamina yang relatif sudah tua.
Secara keseluruhan, kata Milla, RDMP yang dilaksanakan di Kilang Pertamina akan meningkatkan kapasitas kilang dari 1 juta barel per hari menjadi sekitar 1,4 juta barel per hari. "Dan kualitas BBM dari EURO 2 ke setara EURO 5,” kata Milla saat dihubungi pada awal Juli 2022 lalu.
BISNIS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.