TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman, menyatakan pembangunan dan perbaikan kilang yang dilakukan berhasil mengurangi biaya operasional kilang. Ia mengklaim operasional kilang lebih hemat dan mampu bersaing dengan sejumlah kilang milik perusahaan energi dunia di Asia Pasifik.
Sebagai contoh, biaya operasional kilang Pertamina terus turun rata-rata sekitar US$ 3,67 per barel. Bahkan, biaya operasional kilang Pertamina tersebut jauh lebih rendah ketimbang biaya operasional kilang di Singapura yang mencapai US$ 7,81 per barel.
Adapun biaya operasional kilang terendah itu telah dicapai oleh dua kilang. Kedua kilang itu meliputi Refinery Unit (RU) IV Cilacap dengan biaya US$ 2,83 per barel dan RU III Plaju sebesar US$ 2,92 per barel.
Taufik menyebutkan upaya pembangunan dan revamping kilang terus dilakukan Pertamina. "Dan hasilnya mampu menekan operasional kilang sehingga lebih rendah dari perusahaan migas lainnya di Asia Pasifik,” tuturnya dalam siaran pers, dikutip Sabtu, 10 September 2022.
Ia menjelaskan, penurunan operasional kilang diperoleh dari terobosan dan penghematan yang dilakukan Pertamina, terutama dalam pengadaan minyak mentah.
Pengadaan crude oil oleh Pertamina, menurut Taufik, mampu bersaing di pasar global senilai US$ 69,246 per barel lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain yang berada di angka US$ 69,46 per barel. Selain itu, ada satu perusahaan migas lainnya yang biaya pengadaan crude-nya jauh lebih tinggi dari Pertamina yakni US$ 71,8 per barel.
Selanjutnya: Pertamina siapkan Rp 643,5 triliun untuk mengembangkan kilang.