Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya. Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih (due and payable).
Lebih lanjut Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan bahwa debitur yang tidak membayar utangnya kepada kreditur bukan hanya terjadi karena debitur tidak dapat membayar utangnya tersebut, melainkan dapat pula karena karena debitur tidak mau membayar utangnya. Tegasnya, debitur bukan tidak memiliki ability to repay, tetapi tidak memiliki willingness to repay.
Dalam hal debitur tidak memiliki willingness to repay, bukan selalu karena debitur beriktikad tidak baik. Misalnya karena kreditur telah menyerahkan barang tapi tidak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana yang telah diperjanjikan. Akibatnya debitur tidak bersedia melunasi utangnya karena adanya iktikad buruk dari kreditur.
Oleh karena itu, seorang debitur memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit hanya apabila debitur telah dalam keadaan insolven. Disebut insolven apabila nilai seluruh utang debitur melebihi jumlah seluruh asetnya.
Oleh karena itu, Pengadilan Niaga harus menolak pengajuan sengketa perdata antara debitur yang tidak insolven (nilai asetnya masih melebihi nilai utang) dengan pihak lain. Sebagai gantinya, perkara tersebut diajukan sebagai sengketa wanprestasi (ingkar janji) ke Pengadilan Negeri dan bukan perkara kepailitan.
Wewenang Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Bank BUMN
Pada prinsipnya baik debitur atas permohonannya sendiri atau kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan. Akan tetapi UU Kepailitan membedakan secara khusus terkait siapa yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit atas BUMN.
Dalam hal debitur adalah BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Yang dimaksud dengan "BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik" adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.
Frasa “BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham” merupakan bentuk BUMN Perusahaan Umum (“Perum”) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 UU BUMN.
"Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan."
Atas kesesuaian definisi tersebut dapat dikatakan bahwa wewenang pengajuan pailit oleh Menteri Keuangan di dalam UU Kepailitan hanya berlaku bagi BUMN berbentuk Perum.
Dengan demikian, Menteri Keuangan tidak berwenang untuk mengajukan permohonan pailit atas bank BUMN yang berbentuk PT. Sebaliknya, dikarenakan bergerak di bidang perbankan dan tunduk di bawah UU Perbankan dan perubahannya, maka yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Bank Indonesia.
IDRIS BOUFAKAR
Baca juga : Minta Urusan Pesangon Tidak Ikuti UU Kepailitan, Eks Pilot Merpati: Kemungkinan Tak Dibayar
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.